Selasa, 31 Desember 2013

Konpirasi dan Propaganda untuk menjauhkan ummat dari ulama

Hati-hati dengan gerakan yang terpola secara sistematis usaha segolongan ummat untuk menjauhkan ummat islam dari para ulama'nya.

Dari sekian banyak diskusi yg telah di gelar bila kita cermati sering muncul petarnyaan begni:

* "Kamu ngikuti Kiyai atau ngikuti Nabi???".
* "APAKAH BENAR FIQIH MAMPU MENGGUGURKAN AL-QUR'AN DAN HADIST..???"
* "Bagaimanakah kedudukan kitab kuning atas Al-qur'an dan Hadits Nabi saw???
* "Ulama itu kan manusia biasa seperti kita yang bisa salah dan bisa benar serta tidak ma'sum???"

Pertanyaan tersebut di atas merupakan bagian di antara beberapa pola yang sedang mereka bangun demi untuk mewujudkan adanya gerakan menjauhkan ummat islam dari para ulama'nya.

1. "Kamu ngikuti Kiyai atau ngikuti Nabi???".

Pertanyaan ini telah menuduh atau beranggapan kalau para Kyai itu tidak mengikuti Nabi.
--------------------
2. "APAKAH BENAR FIQIH MAMPU MENGGUGURKAN AL-QUR'AN DAN HADIST..???"

Pertanyaan ini telah menuduh atau beranggapan kalau kitab-kitab fikih yang di karang oleh para ulama tidak bersumber dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits
-----------------------
3. "Bagaimanakah kedudukan kitab kuning atas Al-qur'an dan Hadits Nabi saw???"

Pertanyaan ini telah menuduh atau beranggapan kalau kitab-kitab kuning yang dikarang oleh para ulama tidak mengambil sumbernya dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits.
-----------------------
4. "Ulama itu kan manusia biasa seperti kita yang bisa salah dan bisa benar serta tidak ma'sum ????"

Pertanyaan ini telah menuduh atau beranggapan kalau para ulama itu orang bodoh yang masih pantas dan layak orang-orang bodoh dan dungu untukk mengkritik serta mengkritisinya, seaka-akan sang pengkritik memposisikan dirinya sebagai pihak yang merasa lebih hebat, lebih alim, lebih wira'i di bandingkan dengan para ulama yang dikritik itu sendiri.

Bila usaha ini berhasil, sungguh tak terbayangkan oleh kita semua bagaimana ummat di kemudian hari nanti dalam mengamalkan agamanya. Mereka akan berijtihad sendiri dengan kedangkalan ilmu serta kebodohannya masing-masing....

Waspadalah !!

Pesan Sang Ibu

Anakku.....
Sepanjang bumi berputar
Waktu tak kan berhenti menemani
Dan zaman kan terus berputar

Tak kan mesti di atas
Tak kan mesti di bawah
Sekelumit dariku
Engkau tegar di alam ini

Tapi ketahuilah olehmu !
Dosa lebih banyak memakan waktu
Dia lah lingkaran pekat mengurungmu
Bergeraklah.... berontaklah !
Tambatlah bayangan kelam yang menjalamu
Agar kau tak semakin jauh
Meninggalkan Pelindungmu

Cobalah merangkak bernaung awan
Di jalan yang Ia ridhoi
Banyak kendala yang harus dilalui
Kau taklukkan !
Dan kau luruskan !!
Percayalah engkau akan mampuh
Berbekal tawakal di hati
Dan jadikanlah dua pusaka sebagai pedoman


اللهم اغفر لي ولوالديّ وارحمهما كما ربّياني صغيرا

Guru

Oh... Guru yang kami cintai
Kini kau telah pergi tinggalkan kami
Hari-hari terus kami jalani
Walau tanpa dirimu di sisi kami

Teringat semua jasamu
Semua canda tawamu oh guru
Bimbingmu..... nasihatmu..
Semua jasamu kan ku kenang selalu

Kami semua santri-santrimu
Penerus estafet perjuanganmu
Do'a kami kan selalu untukmu
Semoga dirimu bahagia selalu

Semangatmu dalam berjuang
Selalu terbayang dalam ingatan
Walaupun engkau kini telah tiada
Kan kami teruskan cita-citamu

Belenggu Maksiat

Robby.....
Dengan tangan kotor ku memohon
Dengan jiwa yang rapuh ku mungharap
Dengan nada malu suara terucap
Sulit rasanya untuk bertaubat

Robbyy.....
Ingin hati selalu dekat dan bertaubat
Tapi, belenggu ma'siyat amatlah kuat
Hingga jiwa raga terasa terasa terikat

Robby.....
Ku inging segera bertaubat
Bebas, lepas dari belenggu m'asiyat
Hanya hidayah-Mu juru selamat
Berilah hamba-Mu sebagai tameng màsiyat.

Kopi pagi

Sebuah pagi tanpa secangkir kopi..
Belumlah benar-benar pagi..

Sebuah pagi yang tidak ditemani dengan kopi..
Lebih baik ku kembali tertidur dan bermimpi..

Bila secangkir kopi hilang di sebuah pagi..
Maka mirip puisi hambar yang tak tentu arti..

Seumpama seseorang yang sudah terlanjur cinta,
Tapi dilarang untuk mencintai.... :) ^_^ :)

Sobat...

Taon dan Kalender boleh berganti..
Tapi satu yang tetap...
Kopi kan selalu setia menemani pagi... :) :) :)

Status Dan Koment Kita Di Facebook Bisa Merusak Iman?

Artikel ini terinspirasi dari artikel berikut : "Kenalilah Yang Merusak Iman Kita". diartikel itu disebutkan 2 perkara yang merusak (membatalkan) iman, yaitu :

1. Ragu dengan syari’at yang datangnya dari Nabi Muhammad S.A.W

2. Benci terhadap agama (syari’at) nya Nabi Muhammad

Lalu, apa hubungannnya dengan facebook?

Sebenarnya bukan facebooknya yang sedang dibahas, melainkan status atau komentar kita di halaman wall facebook, disana ada potensi yang mengarah kepada 2 hal yang bisa merusak iman seperti disebutkan diatas.

Contohnya seperti apa?

Ada seorang kawan yang menulis statusdosa dan maksiat adalah perbuatan yang diancam siksa nerakakemudian jempol pun bermunculan dari teman-temannya, komentar datang bertubi-tubi, ada yang Cuma nulis like, setuju, tapi ada dua komentar yang menarik untuk disimak, ada satu temannya menuliskan komentarnya beginiah .. benarkah? Apa kamu sudah membuktikannya? … xixixixixixixi”. Ada juga yang koment beginiwah.. di neraka malah enak brookumpul sama artis-artis  cantikhehehehehe.”

Sepintas komentar ini biasa saja, mungkin maksudnya becanda, tapi kalau kita kembali melihat 2 hal yang merusak iman diatas, apakah kalimat seperti ini tidak termasuk meragukan atau membenci syari’at Islam yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAWYang jelas kalimat-kalimat yang jelas-jelas meremehkan syari’at besar kemungkinannya masuk kategori perkara yang membatalkan iman.

Ada yang berkilah, “niatnya kan Cuma becanda”.  Saya akan menjawab, “oke sekarang kamu saya pukul kepalamu dengan sekeras-kerasnya, niat saya bukan memukul tapi memijit.” Apakah kamu bisa menerima dan menganggap pukulan saya itu sebuah pijitan berdasarkan niat saya?

Penutup

Ini bukan pendapat yang menganggap facebook haram atau membatalkan iman, tapi status dan komen kita yang harus kita jaga, facebook hanya satu contoh kasus, banyak media-media yang rentan merusak iman, termasuk ucapan kita sehari-hari. salah satu cara untuk terhindar dari bahaya becanda yang bisa merusak iman adalah dengan cara mengetahui perkara-perkara yang membatalkan iman. becanda tidak ada larangan, tapi jangan sampai bercanda dengan hal-hal yang berhubungan dengan syari’at Alloh.

Kenapa harus Menghujat

Mengapa masih menghujat?

Perbedaan pendapat dan pemikiran adalah hal yang lumrah bahkan diakomodasi oleh Al Qur’an. Sebagai contoh batas iddah bagi perempuan yang dicerai oleh suaminya disebutkan oleh al Qur’an dengan kata tsalaastati quruu’. padahal makna quruusendiri dalam bahasa Arab itu musytarok bisa berarti haidh juga bisa berarti suci. oleh sebab itu maka Imam Asy Syafii memberikan makna suci pada lafadh quruu’, sementara imam Ahmad memberikan makna haidh.

Hal-hal yang sifatnya masih dhoniyyuddalaalah maka masih sah untuk diperdebatkan, apalagi kalau hal itu tidak dijumpai nash atau dalil yang shorih karena memang permasalahan itu belum muncul dizaman Nabi. perbedaan pemahaman, pemikiran dan penafsiran dalam masalah ini masih dapat ditoleransi sepanjang mengacu kepada kaidah-kaidah yang baku yang telah disepakatiAdapun suatu perkara yang qoth’iyyutsubuut ataupun qath’iyyuddalaalah harus kita terima apa adanya dan tidak menerima ijtihad sama sekali, seperti sholat lima waktu, puasa Romadhon dsb.

Dewasa ini, semenjak arus informasi mendobrak peradaban kita dan pemikiran serta pemahaman agama semakin beragam macamnya, muncul ke depan sekelompok golongan yang dengan sangat radikal menghujat golongan lain, membid’ahkan bahkan mengkafirkan, padahal mereka yang disesatkan adalah ahlul qiblat, berTuhan hanya kepada Alloh dan bernabikan Muhammad saw. mereka mengklaim bahwa golongan mereka lah yang paling benar dan paling sesuai dengan amaliyah Nabi sementara yang lain tidak.

Bila setiap perbedaan pemahaman dan pemikiran harus disikapi dengan menghujat, maka yang terjadi adalah tumbuh suburnya akhlakudzamiimah di kalangan umat islam sendiri. Rasa persaudaraan dan persatuan akan luntur, hingga yang tersisa hanyalah sikap saling mencurigai satu sama lain.

Oleh sebab itu, silahkan anda berbeda dengan kami, namun kita tetap saudara. Perbedaan justru akan membuat Islam makin indah dan kokoh.

Wallahu a’lam u

HUKUM HIPNOTIS

Berikut hasil keputusan Bahtsul Masail XXII Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa Madura, terkait tentang Hipnotis ala Uya Memang Kuya....
Kita tampilkan utuh plus referensi aslinya. Biar gak salah faham, en simpang siur berita..

HIPNOTIS ALA UYA MEMANG KUYA
Deskripsi Masalah
...
Di sebuah stasiun televisi (TV) ada sebuah tayangan  acara yang berjudul Uya Memang Kuya. Dalam acara tersebut seseorang yang telah setuju untuk dihipnotis disuruh menatap bandul sebuah lingkaran, kapas yang dibakar dan sebagainya. Kemudian seketika itu matanya terpejam seperti orang yang tertidur. Dalam keadaan itu orang  tadi dilontari berbagai macam pertanyaan baik yang berkaitan dengan pribadi maupun orang lain yang ia ketahui tanpa menyembunyikan suatu rahasia apapun. Anehnya ia akan menjawab pertanyaan dengan sejujur-jujurnya tanpa menghiraukan apakah yang dibicarakan ada di sampingnya atau tidak. Singkat kata, orang tersebut tunduk patuh terhadap perintah penghipnotis.
Proses hipnotis dalam Uya Memang Kuya di samping mendapat izin dari pihak yang dihipnotis juag sebelum tayang telah diperlihatkan dan disensor oleh yang dihipnotis sendiri mana yang ditayangkan dan tidak.
Pertanyaan
a.    Bagaimana hukum hipnotis dalam perspektif fiqih?
b.    Bagaimana hukum menyetujui untuk dihipnotis dan hukum merelakan apa yang terjadi untuk ditayangkan?
c.    Bolehkah menggunakan sarana hipnotis untuk menguak sebuah kasus kriminal dan bagaimana konsekuensi hukumnya?
PP. AL-FITHRAH Kedinding Surabaya & Panitia

Jawaban

    Hukum hipnotis dipilah sebagai berikut :

-       Apabila menggunakan perantara yang dilegalkan syariat, seperti hipnotis modern yang mengakibatkan dampak seperti tidur, maka hukumnya diperbolehkan.
-       Apabila menggunakan perantara cara-cara yang diharamkan seperti sihir, maka hukumnya haram.
Referensi
1.      At-Tasyri’ al-Jina’i juz, 1 hal. 477
2.      Hasyiyah al-Jamal Juz, 7 Hal. 6
3.      Hasyiyah Syabromalisi ‘ala an-Nihayah, juz 6 hal. 441
4.      Al-Mausu’ah al-‘Arobiyyah al-‘Alamiyyah hal. 5

1.     التشريع الجنائي في الإسلام الجزء الاول صــ 477
التنويم المغناطيسي: هو حالة من حالات النوم الصناعي يقع فيها شخص بتأثير يصبح النائم تحت تأثير المنوم يفعل كل ما يأمره بفعله سواء وقت النوم أو بعد اليقظة، وينفذ النائم عادة هذه الأوامر بشكل آلي فلا يشعر بما فعل تلبية للأمر الصادر إليه إذا أتى الفعل أثناء النوم، ولا يستطيع مقاومة إيحاء الآمر إذا أتى الفعل بعد اليقظة. ولم يعرف بعد بصفة قاطعة الكيفية التي يسيطر بها المنوم على النائم وإن كان البعض الأطباء يرى أن النائم يستطيع أن يقاوم الإيحاء الإجرامي.وإذا طبقنا قواعد الشريعة على هذه الحالة وجب أن نلحقها بحالة النوم الطبيعي، ومن ثم يكون النائم مكرهاً ويرتفع عنه العقاب للإكراه إذا ارتكب جريمة من الجرائم التي يرفع فيها الإكراه العقاب. والواقع أنه يصعب إلحاق التنويم المغناطيسي بالجنون؛ لأن النوم الصناعي الذي يقع فيه النائم لا يسلبه الإدراك وإنما يسلبه فقط الاختيار.وآراء أغلب شراح القوانين تتفق مع الشريعة في اعتبار التنويم المغناطيسي إكراهاً وإن كانوا يتكلمون عنه عادة بمناسبة الكلام على الجنون.هذا هو حكم التنويم المغناطيسي إذا كان النائم قد نام مرغماً أو قبل أن ينام وهو لا يفكر في ارتكاب الجريمة، أما إذا كان النائم يعلم أن المنوم يقصد من تنويمه أن يوحي إليه بارتكاب جريمة أو يشجعه على ارتكابها ثم قبل أن ينام فإن النائم في هذه الحالة يعتبر متعمداً ارتكاب الجريمة، وما كان التنويم إلا وسيلة من وسائل التي تساعده على ارتكابها، فهو مسئول عن فعله طبقاً لقواعد المسئولية العامة، وفي هذا تتفق الشريعة الإسلامية مع القوانين الوضعية تمام الاتفاق.
2.     حاشية الجمل الجزء السابع  صــ 6
( قوله : فلا يصح من غير مكلف ) شمل النائم وظاهره وإن عصى بالنوم وهو ظاهر إن كانت المعصية لأمر خارج كأن نام بعد دخول وقت الصلاة ولم يغلب على ظنه استيقاظ قبل خروج الوقت أما لو استعمل ما يجلب النوم بحيث تقضي العادة بأن أكله يوجب النوم ففيه نظر وقد يقال يفرق بين هذا وبين استعمال الدواء المزيل للعقل بأن العقل من الكليات الخمس التي يجب حفظها في سائر الملل بخلاف النوم ، فإنه قد يطلب استعمال ما يحصله لما فيه من راحة البدن في الجملة ا هـ ع ش على م ر
3.     نهاية المحتاج  مع حا شية ع ش- الجزء 6  صــ 441
( فصل ) في بعض شروط الصيغة ( قوله : لقصدهما ) أي اللفظ والمعنى ( قوله مر بلسان نائم ) ظاهره وإن عصى بالنوم وهو ظاهر إن كانت المعصية لأمر خارج كأن نام بعد دخول وقت الصلاة ولم يغلب على ظنه استيقاظه قبل خروج الوقت ، أما لو استعمل ما يجلب النوم بحيث تقضي العادة بأن مثله يوجب النوم ففيه نظر ، وقد يقال يفرق بين هذا وبين استعمال الدواء المزيل للعقل بأن العقل من الكليات التي يجب حفظها في سائر الملل ، بخلاف النوم فإنه قد يطلب استعمال ما يحصله لما فيه من راحة البدن في الجملة ، وهو قضية عدم تقييد النوم في كلامه بعدم المعصية
4.     الموسوعة العربية العالمية صــ 5
ساعدت وسائل التنويم المغنطيسي الحديثة العلماء على زيادة فهمهم لعقل الإنسان وجسمه، والتمييز بين السلوك العادي والسلوك الشاذ. ويستخدم التنويم اليوم في الأبحاث، والطب، ولا سيما الجراحة، وطب الأسنان، والعلاج النفسي. انظر: العلاج النفسي. ويستخدم أحيانًا في القضايا القانونية. وكان التنويم المغنطيسي موضوعًا للبحث وأداة له في دراسات كثيرة، وصيغت اختبارات لقياس تجربة الشخص التنويمية، وأجريت بحوث حول قابلية الناس للتنويم، دلت على أن تنويم الأطفال أسهل عادة من تنويم الكبار، وأنه من الممكن تنويم الذكور والإناث على السواء - إلى أن قال - لا خطر في التنويم المغنطيسي إلا إذا أسيء استعماله. لذا لا يجوز لغير المتخصص المؤهل ممارسته. وبإمكان كثير من الناس تعلم التنويم، لكن هذه المهارة لن تغني عن التدريب في علم النفس والطب، ويحتاج ممارسو التنويم إلى ما يكفي من العلم والخبرة قبل أن يصبحوا أهلاً لتحليل حالة ما، والتأكد من صلاحية التنويم لعلاجها، وتقييم النتائج.يعجز الشخص المفتقر إلى التدريب عن مواجهة المضاعفات التي قد تتأتى عن سوء استعمال التنويم.

    Hukum menyetujui untuk dihipnotis dan merelakan apa yang terjadi untuk ditayangkan adalah haram, apabila saat seseorang terhipnotis melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti menceritakan kemaksiatan dan ifsya`ussirri (membuka rahasia) yang dipertontonkan sebagai hiburan.

Referensi
1.      Al-Mantsur fi al-Qowa’id, juz 2 hal. 168
2.      Al-Adzkar & Futuhat ar-Robbaniyah, Juz 7 Hal. 77-78
3.      Faidlul Qodir, juz 5, hal. 15 dan 16
4.      Al-Mausu’ah al-‘Arobiyyah al-‘Alamiyyah hal. 5
5.      Ihya` al-‘Ulum ad-Din, juz 3, hal. 132
6.      Mauidzoh al-Mu`minin, juz 1, hal. 293
7.      Fath al-Bari, juz 11, hal. 80
8.      Al-fatawa al-haditsiyyah, juz 1, hal. 103

1.     المنثور في القواعد الجزء الثاني 2 صــ 168
الرضا بالشيء رضا بما يتولد منه .
2.     الأذكار مع الفتوحات الربانية الجزء السابع صــ 77- 78
"فصل" يكره للإنسان إذا ابتلي بمعصية أو نحوها أن يخبر غيره بذلك بل ينبغي أن يتوب إلى الله تعالى فيقلع عنها في الحال ويندم على ما فعل ويعزم أن لا يعود إلى مثلها أبدا فهذه الثلاثة هي أركان التوبة  لا تصح إلا باجتماعها فإن أخبر بمعصيته شيخه أو شبهه ممن يرجو بإخباره أن يعلمه مخرجا من معصيته أو ليعلمه ما يسلم به من الوقوع في مثلها أو يعرفه السبب الذي أوقعه فيها أو يدعو له أو نحو ذلك فلا بأس به بل هو حسن وإنما يكره إذا انتفت هذه المصلحة
(قوله ونحوها) الظاهر ان مراده بها ما يعد هتكا للمروءة كذكر جماع الحليلة من غير تفاصيله والا كان كبيرة (قوله أن يخبر غيره بذلك)اي اذا لم يكن على وجه التفكه والتذكر لحلاوتها والا فيحرم لانه يبعث على العودة اليها (قوله فإن أخبر بمعصيته شيخه ) هذا هو الصحيح واطلاق السيوطي كراهة الاخبار بالمعصية ليس في محله كما قال ابن حجر في التنبيه.
3.     فيض القدير شرح الجامع الصغير جـــ 5 صــ 16
قال النووي : فيكره لمن ابتلي بمعصية أن يخبر غيره بها بل يقلع ويندم ويعزم أن لا يعود فإن أخبر بها شيخه أو نحوه مما يرجو بإخباره أن يعلمه مخرجا منها أو ما يسلم به من الوقوع في مثلها أو يعرفه السبب الذي أوقعه فيها أو يدعو له أو نحو ذلك فهو حسن وإنما يكره لانتفاء المصلحة وقال الغزالي : الكشف المذموم إذا وقع على وجه المجاهرة والاستهزاء لا على السؤال والاستفتاء بدليل خبر من واقع امراته في رمضان فجاء فأخبر المصطفى ﷺ فلم ينكر عليه.
4.     فيض القدير شرح الجامع الصغير جـــ 5 صــ 15
6278 - (كل أمتي معافى إلا المجاهرين) أي لكن المجاهرين بالمعاصي لا يعافون من جاهر بكذا بمعنى جهر به وعبر بفاعل للمبالغة أو هو على ظاهر المفاعلة والمراد الذي يجاهر بعضهم بعضا بالتحدث بالمعاصي وجعل منه ابن جماعة إفشاء ما يكون بين الزوجين من المباح ويؤيده الخبر المشهور في الوعيد عليه (وإن من الجهار) أي الإظهار والإذاعة (أن يعمل الرجل بالليل عملا) مسيئا (ثم يصبح) أي يدخل في الصباح (وقد ستره الله فيقول عملت البارحة) هي أقرب ليلة مضت من وقت القول من برح زال (كذا وكذا وقد بات يستره ربه ويصبح يكشف ستر الله عنه) بإشهار ذنبه في الملأ وذلك خيانة منه على ستر الله الذي أسدله عليه وتحريك لرغبة الشر فيمن أسمعه أو أشهده فهما جنايتان انضمتا إلى جنايته فتغلظت به فإن انضاف إلى ذلك الترغيب للغير فيه والحمل عليه صارت جناية رابعة وتفاحش الأمر.
5.     إحياء علوم الدين جـــ 3  صــ 132
الآفة الثانية عشر إفشاء السر وهو منهي عنه لما فيه من الإيذاء والتهاون بحق المعارف والأصدقاء قال النبي ﷺ إذا حدث الرجل ثم التفت فهي أمانة وقال مطلقا الحديث بينكم أمانة وقال الحسن إن من الخيانة أن تحدث بسر أخيك.
6.     موعظة المؤمنين من إحياء علوم الدين الجزء الأول صــ 293
الآفة الثانية عشرة إفشاء السر وهو منهي عنه لما فيه من الإيذاء والتهاون بحق المعارف والأصدقاء قال النبي ﷺ إذا حدث الرجل الحديث ثم التفت فهي أمانة وعنه الحديث بينكم أمانة فافشاء السر خيانة وهو حرام إذا كان فيه إضرار ولؤم إن لم يكن فيه إضرار
7.     فتح الباري - ابن حجر الجزء الحادي العشرة صــ 80
( قوله باب من ناجى بين يدي الناس ولم يخبر بسر صاحبه فإذا مات أخبر به ) ذكر فيه حديث عائشة في قصة فاطمة رضي الله عنهما إذ بكت لما سارها النبي ﷺ ثم ضحكت لما سارها ثانيا فسألتها عن ذلك فقالت ما كنت لأفشي وفيه أنها أخبرت بذلك بعد موته وقد تقدم شرحه في المناقب وفي الوفاة النبوية قال بن بطال مساررة الواحد مع الواحد بحضرة الجماعة جائز لأن المعنى الذي يخاف من ترك الواحد لا يخاف من ترك الجماعة قلت وسيأتي إيضاح هذا بعد باب قال وفيه أنه لا ينبغي إفشاء السر إذا كانت فيه مضرة على المسر لأن فاطمة لو أخبرتهن لحزن لذلك حزنا شديدا وكذا لو أخبرتهن أنها سيدة نساء المؤمنين لعظم ذلك عليهن واشتد حزنهن فلما أمنت من ذلك بعد موتهن أخبرت به قلت أما الشق الأول فحق العبارة أن يقول فيه جواز إفشاء السر إذا زال ما يترتب على افشائه من المضرة لأن الأصل في السر الكتمان والا فما فائدته
8.     الفتاوى الحديثية لابن حجر الهيتمي الجزء الأول صــ 103
وأما المسألة الثانية والعشرون : فهي كذلك في ( الأذكار ) لكن بقيد حذفه الجلال . وحاصل عبارة ( الأذكار ) : يكره لمن ابتلى بمعصية أو نحوها أن يخبر غيره بها إلا نحو شيخه ممن يرجو بإخباره أنْ يعلمه مخرجاً منها ، أو من مثلها أو سببها أو يدعو له أو نحو ذلك ، فلا بأس به بل هو حسن ، وإنما يكره إذا انتفت هذه المصلحة روى الشيخان أنه ( صلى الله عليه وسلم ) قال : ( كل أمتي معافى إلا المجاهرين ، وإن من المجاهرة أن يعمل الرجل بالليل عملاً ثم يصبح وقد ستر الله تعالى عليه فيقول : يا فلان عملت البارحة كذا وكذا وقد بات يستره ربه وهو يصبح يكشف ستر الله عنه ) انتهى ، فأفاد أن محل الكراهة إذا انتفت تلك المصلحة فكان يتعين على الجلال أن يقول : وأن يحدث بما عمله من المعاصي إلا لمصلحة ، وفاته أيضاً قول ( الأذكار ) أو نحوها ، المفيدة أن نحو المعاصي مثلها فيما ذكر ، والظاهر أن مراده بنحوها كل ما تقتضي العادة كتمه ويعد أهلها ذكره خرماً للمروءة كجماع الحليلة ونحوها من غير ذكر تفاصيله ، وإلا حرم بل هو كبيرة لورود الشرع بالوعيد الشديد فيه ، وفاتهما أعني الجلال والنووي أن محل الكراهة إذا لم يتحدث بالمعصية على جهة التفكه بها واستحلاء ذكرها وإلا حرم عليه .

    Boleh, dan hanya bisa digunakan untuk wasilah mencari bukti-bukti awal dalam penelusuran kasus. Bahkan menurut madzhab Maliki bisa digunakan untuk mencari qorinah yang mengantarkan kuatnya dugaan sebagai alat penetapan hukum.

Catatan:
Rumusan di atas adalah dalam pernyataan selain iqror. Sedangkan mengenai iqror, sementara belum disepakati musyawirin.
Referensi
1.      Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 276-277
2.      Ath-Thuruq al-Hukmiyyah, hal. 97-100
3.      Thoro`iq al-Hukmi fi asy-Syari’ah, hal. 352
4.      Al-Ahkam as-Sulthoniyyah, hal. 219-220
5.      Al-Fiqh al-Islamiy, juz 8, hal.6127-6128
6.      Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, juz 4, hal. 95-96
7.      Qurrotul ‘Ain, Juz 7 Hal. 317-318

1.     بغية المسترشدين صــ 276-277
(مسألة ك) لا يحتج بقوائم القسامة الممهورة بمهر القاضى حيث لم تشهد بما فيها بينة بل لا يجوز العمل بها لنفس كاتبها أو شاهد أو قاض إذا لم يتذكر الواقعة بتفصيلها وبه يعلم أن فائدة كتابة نحو الحجج والقوائم والتمسكات إنما هو لتكون سببا لتذكر ما فيها بالتفصيل حتى يجوز الحكم والشهادة عليه لا غير اهـ وعبارة س ليس للقاضى أن يقبل الشهادة أو يحكم بمجرد خط من غير بينة مطلقا عن التفصيل بكونه خطه أو خط موثوق به أم لا احتياطا للحكم الذى فيه إلزام الخصم مع احتمال التزوير هذا مذهب الشافعى الذى عليه جمهور أصحابه ولنا وجه أنه يجوز للحاكم إذا رأى خطه بشىء أن يعتمده إذا وثق بخطه ولم تداخله ريبة وأشار الإصطخري إلى قبول الخط من حاكم إلى حاكم آخر من غير بينة وقال ابن أبي ليلى وأبي يوسف يجوز أن يحكم بخطه إذا عرف صحته وإن لم يتذكر  قال الماوردي وهو عرف القضاة عندنا ولا بأس بترجيح الوجه القائل باعتماد  خطه إذا كان محفوظا عنده  ولم تداخله ريبة ومثل خطه على هذا الوجه خط غيره لأن المدار على كونه ظن ذلك ظنا قويا مؤكدا فمتى وجد أنيط الحكم به من غير فرق  بين خطه وخط غيره ومذهب الحنابلة جواز الشهادة بخطه إذا وثق به وإن لم يتذكر الواقعة وحكى عن الحسن وسوار القاضى وعبد الله العنبرى أن للقاضى إذا كان يعرف خط الكاتب وختمه له أن يقبله وحكاه فى المهذب عن أبى ثور والإصطخرى وأبى يوسف وإحدى الروايتين عن مالك وقال فى الخادم وقد عمت البلوى بالحكم بصحة الخط من غير ذكر تفاصليه فإن كان عن تقليد لمذهب الشافعى فممنوع إهـ وسبيل الاحتياط لا يخفى اهـ  وعبارة ي لا يجوز لحاكم أن يحكم بمجرد الخط وإن جوزنا الحلف عليه بشرطه كما عليه الشيخان ورجحه المتأخرون إذ ليس ذلك بحجة شرعية إذ القاضي لا يحكم إلا حيث يشهد والأصل في الشهادة إعتماد اليقين أو الظن القوي القريب من العلم المشار إليه بالظن المؤكد بخلاف الحلف يكتفى فيه بمجرد الظن على المعتمد والفرق أن بابهما أضيق من باب الحلف وخطرهما أعظم مع قوله عليه الصلاة والسلام "على مثلها يعني الشمس فاشهد" فعلم بذلك أن القاضي والشاهد لو رأى خطه وفيه حكمه أو شهادته لا يجوز له أن يحكم أو يشهد معتمدا عليه وإن كان محفوظا عنده حفظا تاما مقطوعا بأنه لا يمكن تزويره أو شيء منه بل وإن قطع بذلك حتى يتذكر الواقعة لضعف دلالته ومثل خطه خط غيره المجرد عن القرائن المفيدة للعلم أو الظن القريب  وما نقل عن الإمام مالك من جواز الشهادة والحكم بالخط فشاذ بل قد ثبت رجوعه عنه نعم مر فى الصوم عن با جمل جواز اعتماد خط الحاكم الثقة الذى لا يعرف تهوره فى قبول شهادة الفاسق قال وهو الذى انشرح به الصدر بالمصادقة وعليه العمل لانتفاء التهمة اهـ
2.     الطرق الحكمية صــ 97 - 100
وأما الجمهور -كمالك وأحمد وأبى حنيفة- فإنهم نظروا الى القرائن الظاهرة والظن الغالب الملتحق بالقطع فى اختصاص كل واحد منها بما يصلح له ورأوا أن الدعوى تترجح بما هو دون ذلك بكثير كاليد والبراءة والنكول واليمين المردودة والشاهد واليمين والرجل والمرأتين فيثير ذلك ظنا تترجح به الدعوى ومعلوم أن الظن الحاصل ههنا أقوى بمراتب كثيرة من الظن الحاصل بتلك الأشياء وهذا مما لايمكن جحده ودفعه -إلى أن قال- وجعل الصحابة الحبل علامة وآية على الزنا فحدوا به المرأة وان لم تقر ولو لم يشهد عليها أربعة بل جعلوا الحبل أصدق من الشهادة وجعلوا رائحة الخمر وقيأه لها آية وعلامة على شربها بمنزلة الإقرار والشاهدين -إلى أن قال- وهذا فى الشريعة أكثر من أن يحصر وتستوفى شواهده فمن أهدر الأمارات والعلامات فى الشرع بالكلية فقد عطل كثيرا من الأحكام وضيع كثيرا من الحقوق
3.     طرائق الحكم في الشريعة الإسلامية للدكتور سعيد بن درويش صــ 352
المبحث السادس حكم القاضي في القرائن الحديثة وفي العصر الحديث أمكن بواسطة العلم اكتشاف وسائل وأجهزة متنوعة ومتعددة يتوصل بها إلى بيان الحقيقة وكشف الجريمة إلى حد ما وسماها بعض الباحثين بالقرائن الحديثة وسأذكر أهم ما اطلعت عليه منها بإيجاز مع بيان رأي الشريعة الإسلامية في العمل بها في باب الإثبات 1 البصمات هي خطوط في أطراف الأصابع وفي باطن اليدين على أشكال عدة تتميز بها بصمة شخص عن الآخر إذ من الثابت إستحالة تشابه وتطابق بصمتين لشخصين في العالم حتى في التوأمين –إلى أن قال– وعليه فإن البصمات وسائل العلمية استعملتها الأجهزة الأمنية في كشف المجرمين وغير ذلك وأثبتت التجارب صحة نتائجها وقد درج الناس على العمل بها في الإقرارات والمعاملات والعقود وما إلى ذلك مما تكون مفيدة فيه فإذا تبين للقاضي أن هذه البصمة أصبع لشخص معين اعتمدها في الحكم إذا كان من قد أجراها عدلا وعلى القاضي حين اعتماده في الحكم على البصمة أن يحترس من الاحتمالات التي من شأنها القدح في العمل بالبصمة كالتزوير وما أشبه ذلك والله أعلم
4.     أحكام السلطانية صــ 219-220
والثالث أن للأمير أن يجعل حبس المتهوم للكشف والاستبراء واختلف في مدة حبسه لذلك فذكر عبد الله الزبيري من أصحاب الشافعي أن حبسه للاستبراء والكشف مقدر بشهر واحد لا يتجاوزه وقال غيره بل ليس بمقدر وهو موقوف على رأي الإمام واجتهاده وهذا أشبه وليس للقضاة أن يحبسوا أحدا إلا بحق وجب والرابع أن يجوز للأمير مع قوة التهمة أن يضرب المتهوم ضرب التعزير لا ضرب الحد ليأخذه بالصدق عن حاله فيما قرف به واتهم فإن أقر وهو مضروب اعتبرت حاله فيما ضرب عليه فإن ضرب لم يكن لإقراره تحت الضرب حكم وإن ضرب ليصدق عن حالة وأقر تحت الضرب قطع ضربه واستعيد إقراره فإذا أعاده كان مأخوذا بالإقرار الثاني دون الأول فإن اقتصر على الإقرار الأول ولم يستعده لم يضيق عليه أن يعمل بالإقرار الأول وإن كرهناه –إلى أن قال- والسادس أنه يجوز للأمير إحلاف المتهوم استبراء لحاله وتغليظا عليه في الكشف عن أمره في التهمة بحقوق الله تعالى وحقوق الآدميين ولا يضيق عليه أن يجعله بالطلاق والعتاق والصدقة كالإيمان بالله في البيعة السلطانية وليس للقضاة إحلاف أحد على غير حق ولا أن يجاوز الإيمان بالله إلى الطلاق أو العتق
5.     الفقه الإسلامي الجزء الثامن صــ 6127-6128
تعريف القرينة القرينة لغة هي العلامة الدالة على شيء مطلوب واصطلاحا هي كل أمارة ظاهرة تقارن شيئا خفيا فتدل عليه يفهم من هذا التعريف أنه لا بد في القرينة من أمرين أن يوجد أمر ظاهر معروف يصلح أساسا للاعتماد عليه أن توجد صلة مؤثرة بين الأمر الظاهر والأمر الخفي - إلى أن قال – أما إذا كانت القرينة غير قطعية ولكنها ظنية أغلبية كالقرائن العرفية أو المستنبطة من وقائع الدعوى وتصرفات الأطراف المتخاصمين فإنها تعد دليلا مرجحا لجانب أحد الخصوم متى اقتنع بها القاضي ولم يوجد دليل سواها أو لم يثبت خلافها بطريق أقوى ولا يحكم عند جمهور الفقهاء بهذه القرائن في الحدود لأنها تدرأ بالشبهات ولا في القصاص إلا في القسامة للاحتياط في موضوع الدماء وإزهاق النفوس ويحكم بها في نطاق المعاملات المالية والأحوال الشخصية عند عدم وجود بينة في إثبات الحقوق الناشئة عنها
6.     الموسوعة الفقهية الجزء الرابع عشر صــ 95-96
التعزير بالتهمة: 14 - لا خلاف بين الفقهاء في أن الحدود لا تقام بالتهمة أما التعزير بالتهمة فقد ذهب الحنفية والمالكية إلى أن للقاضي أو الوالي تعزير المتهم إذا قامت قرينة على أنه ارتكب محظورا ولم يكتمل نصاب الحجة أو استفاض عنه أنه يعيث في الأرض فسادا وقالوا: إن المتهم بذلك إن كان معروفا بالبر والتقوى فلا يجوز تعزيره بل يعزر متهمه وإن كان مجهول الحال فيحبس حتى ينكشف أمره إن كان معروفا بالفجور فيعزر بالضرب حتى يقر أو بالحبس وقالوا: وهو الذي يسع الناس وعليه العمل قال ابن قيم الجوزية: إذا كان المتهم معروفا بالفجور كالسرقة وقطع الطريق والقتل ونحو ذلك فإذا جاز حبس المجهول فحبس هذا أولى قال شيخنا ابن تيمية: وما علمت أحدا من الأئمة أي: أئمة المسلمين يقول: إن المدعى عليه في جميع هذه الدعاوى يحلف ويرسل بلا حبس ولا غيره فليس هذا على إطلاقه مذهبا لأحد من الأئمة الأربعة ولا غيرهم من الأئمة ومن زعم أن هذا على إطلاقه وعمومه هو الشرع فقد غلط غلطا فاحشا مخالفا لنصوص رسول الله صلى الله عليه وسلم ولإجماع الأمة وقال الحنفية: يكفي لقيام التهمة إن كان مجهول الحال شهادة مستورين أو عدل واحد أما إذا كان مشهورا بالفساد فيكفي فيه علم القاضي .
7.     قرة العين صـ 317-318 المالكية
(ما قولكم) دام فضلكم فيمن أتهم بتهمة قتل أو سرقة أو ضرب ولم يثبت عليه شيئ من ذلك على المنهح الشرعي بل وجد قرائن وأحوال ظنية توجب الشبهة عليه فهل والحال ما ذكر للحاكم الشرعي تعزيره بما يراه من حبس أو ضرب بالسوط زاجرا له أم لا أفتونا مأجورين حال كون ذلك معزيا إلى مأخده من كتب المذهب ولكم الثواب من الملك الوهاب (الجواب) نعم له ذلك إعتمادا على القرائن والأحوال الموجبة للتهمة ففي كتاب التبصرة للعلامة ابن فرحون في فصل بيان عمل الطوائف الأربعة بالحكم بالقرائن والأمارات قال ابن العربي على الناظر أن يلحظ الأمارات إذا تعارضت فما ترجح منها قضى بجانب الترجيح وهو قوة التهمة ولا خلاف في الحكم بها وقد جاء العمل بها في مسائل إتفقت عليها الطوائف الأربعة وبعضها قال بها المالكية خاصة ثم أخد بعدد شواهد ذلك من المسائل -- الى أن قال -- السابعة والعشرين إعتبار اللوث والإعتماد عليه في الإقدام على القسامة والأخذ بالقود وقال والخامس والثلاثون وجوب إقامة الحد على المرأة اذا ظهر بها حمل ولم يكن لها زوج وكذلك الأمة اذا لم يكن لها زوج ولا سيد معترف بأنه وطئها والسادسة والثلاثون وجوب الحد على من وجدت منه رائحة الخمر أوقائها.

http://www.piss-ktb.com/2012/03/004-ini-lho-info-yang-sebenarnya.html?m=1