Minggu, 16 Maret 2014

Siwak dan pasta gigi

اَللهُ أَكْبَرْ اَللهُ أَكْبَرْ

اَللهُ أَكْبَرْ اَللهُ أَكْبَرْ

Terdengar Lantunan merdu suara Adzan maghrib dari corong musholla, kawan-kawan santri yang sedari tadi memang menunggu dikumandangkannya adzan, berbondong-bondong beranjak memenuhi panggilan menunaikan ibadah sholat secara berjam`ah, ada yang ke musholla dan sebagian lainnya ke masjid sambil menenteng kitab untuk persiapan mengikuti pengajian seusai sholat. Setelah menemukan tempat “favorit” yang biasa mereka istiqomahkan, mereka duduk dengan khusu’ dan hikmat seraya bersama-sama membaca dzikir sebagai  lantunan berikutnya. Akhirnya Iqomah sholat dikumandangkan oleh muaddzin, semua santri beranjak berdiri merapatkan barisan shofnya, sejurus kemudian, diantara mereka mengeluarkan senjata pemungkas yang diletakkan disakunya, “siwak”.

Itulah salah satu fenomena ciri khas yang dimiliki santri, suatu hal yang jarang terjadi dikalangan luar pesantren, yaitu memakai siwak setiap kali menunaikan sholat, sebab hal itu merupakan kesunnahan yang dianjurkan agama. Dalam hadist disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ

” Dari Abu Huroiroh ra, Nabi saw. bersabda: Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan sholat “.[1]

Dalam ilmu Ushul fiqh, lafadz (لَوْلَا) adalah lafadz yang fungsinya mencegah lahirnya sesuatu karena ada sesuatu yang lain. Dalam kasus disini, suatu perintah yang semestinya menghendaki wajib dilakukan yaitu siwak, namun menjadi tidak wajib karena adanya hal lain yaitu masyaqqoh atau kesulitan. Sehingga perintah tersebut berubah status menjadi sunnah.[2]

Nabi juga bersabda:

عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“dari Abu Bakar ra, sesungguhnya Nabi saw. Bersabda: Siwak adalah pembersih mulut dan sebab ridhonya Allah”[3]

Dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin, bahwa siwak memiliki 75 faidah, diantaranya: Mensucikan mulut, diridhoi Allah swt., memutihkan gigi, menghilangkan bau dan mengharumkan mulut, menguatkan gusi dan gigi, bicaranya fasih dan lancar, menghilangkan segala penyakit kepala,memperlambat penuaan (awet muda), tidak bungkuk kelak dimasa tua, mencerdaskan otak, dilipat gandanya pahala, memperlancar rizki, penglihatan tidak kabur, bertambahnya kebaikan, malaikat senang dan menyalaminya karena wajahnya bercaha ketika selesai sholat, catatan amalnya kelak diakhirat diterima dari tangan kanannya, tidak terkena penyakit kusta, Selamatnya harta dan anak, meringankan naza’ dan mempermudah mengucapkan kalimat syahadat ketika sakaratul maut, dan Malaikat maut berbentuk indah saat datang mencabut nyawanya.[4]

Kayu Arak dan Pasta Gigi

Yang sering dipahami, siwak identik dengan kayu arak yang biasa dipakai ketika hendak sholat atau dalam hal-hal tertentu semisal hendak membaca al-Qur`an dan mengajar. Sementara saat ini telah banyak beredar pasta gigi ataupun lainnya yang fungsinya juga untuk membersihkan, membunuh kuman yang terdapat dalam mulut dan menghilangkan bau tidak sedap. Pertanyaannya, apakah dengan menggunakan pasta gigi sudah mewakili siwak yang dimaksud dalam hadist sehingga juga mendapatkan fadilah-fadilah siwak sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anah at-Thalibin diatas?

Secara bahasa, siwak bermakna menggosok, sementara menurut istilah, siwak adalah menggunakan kayu atau semisalnya yang dapat menghilangkan bau mulut, seperti kain kasar, Ghosul (sejenis pohon atau pembersih) dan lain-lain. Namun yang paling utama adalah kayu arak yang tidak terlalu kering serta tidak terlalu basah[5]. Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho Dimyati merumuskan tingkatan-tingkatan alat siwak, paling utama adalah kayu arak, kemudian pelepah pohon kurma, zaitun, setiap benda yang harum, dan lain-lain semisal kain.[6]

Dengan demikian, pasta gigi juga termasuk dalam kategori siwak yang juga mendapatkan fadilah-fadilah yang terdapat dalam siwak sekalipun nilai keutamaannya dibawah siwak yang lumrah dipakai yaitu kayu arak. Hanya saja pasta gigi tidak praktis sebagaimana kayu arak yang dapat dibawa kemanapun dan dapat dipakai saat itu juga. Pasta gigi masih membutuhkan sikat gigi, air dan tempat khusus untuk menggunakannya.

____________

[1] Ibnu Daqiq al-`idi, Ihkamu al-Ahkam syarah `Umdatu al-Ahkam, jld. 1, hlm. 48

[2] Tajuddin as-Subky, Jam`ul Jawami’, hlm. 42, Ta`sisu al-Ahkam, jld. 1, hlm. 30

[3] Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad, jld. 1, hlm. 10

[4] Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho Dimyati, I’anatu al-Tholibin, jld. 1, hlm. 44.

[5] Muhammad bin Ismail al-Son`ani, Subulu al-Salam, jlid. 1, hlm 42

[6] Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho Dimyati, I’anatu al-Tholibin, jld. 1, hlm. 45.

Cyberdakwah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar