Jumat, 21 Maret 2014

Sikap Politik Master Shufi

Tahun ini adalah tahun politik. Rakyat Indonesia akan menghadapi dua pemilu sekaligus, April Pileg dan Juli Pilpres. Suasana politik menghangat. Semua orang berbicara politik. Ada yang optimis dan ada yang pesimis. Tak sedikit juga yang acuh.

Bagaimana dengan sikap kita selaku orang beragama? Sebab Islam sebagai agama universal, seperti dibuktikan dalam sejarah, juga mengurusi persoalan politik. Prinsip umumnya sudah Allah garisnya dalam Surat An-Nisa:59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang beriman, taatilah Allah, Rasul dan Ulil Amri di antara kalangan kalian”.

Secara etimologis, sebagaimana menurut KH.Wahfiudin Sakam, ulil amri berarti orang-orang yang memiliki keahlian dan wewenang dalam sesuatu hal. Merekalah yang wajib kita taati dalam hal-hal yang menjadi keahlian dan wewenang mereka. Dalam hal politik dan pemerintahan, mereka adalah para politikus.

Persoalannya, tak sedikit politikus yang menyalahi janji, wewenang dan tugasnya. Sehingga banyak rakyat yang tak lagi percaya. Mungkin kita di antaranya.

Sebentar lagi pemilu. Sebagai warga yang baik, mau tak mau kita harus menentukan sikap. Kita maju menjadi caleg, aktif di partai politik tertentu, mencoblos atau golput. Para ulama telah berijtihad merumuskan fatwa-fatwa terkait sikap politik. Tentang mencoblos, misalkan, ada yang menghukumi wajib, mandûb (dianjurkan), bahkan haram. Tentang golput, ada yang menghukuminya haram, ada pula yang boleh, sesuai kondisinya. Masing-masing ada argumentasinya.

Apapun pilihan sikapnya, harus selalu berdasarkan kesadaran. Di manapun posisi kita, sebagai rakyat atau (calon) wakil rakyat, kita bertindak berdasarkan kepatuhan pada tuntunan agama. Jika tidak, hawa nafsu akan mengambil alih kesadaran kita. Inilah awal dari semua tindakan negatif dan kerusakan. Allah swt berfirman:

وَلاَتَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللهِ

“Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ia menyesatkanmu dari jalan Allah..” (QS. Shaad: 26).

Sejarah mencatat, para syekh sufi pun berbeda-beda dalam menyikapi urusan politik. Sementara mereka adalah para perawis Nabi saw, baik ilmu lahir/syariat maupun batin. Ada yang aktif berpolitik. Ada pula yang non-aktif tapi dekat dengan kekuasaan. Sebagian lainnya menjauh dari kekuasaan, bahkan melakukan perlawanan. Tapi, masing-masing pilihan mereka berdasarkan alasan yang haq, bukan hawa nafsu. Perbedaan itu muncul, hanya karena sebab perbedaan sudut pandang dan konteks sosial, budaya dan politik.

Satu contoh dari yang aktif berpolitik adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw. Melalui beliaulah, silsilah guru hampir semua tarekat sufi bermuara. Meskipun pada awalnya menolak, lalu dibujuk para sahabat Nabi lain, Sayyidina Ali akhirnya bersedia menjadi khalifah keempat. Sejarah mencatat, beliau adalah pemimpin yang tulus, bijak dan adil,  di tengah kekacauan politik akut yang diwarisinya. Beliau wafat terbunuh dalam posisi sebagai praktisi politik, bukan karena ambisi kekuasaan, tapi karena mempertahankan kebenaran.

Syekh Abu al-Abbas al-Mursi adalah contoh syekh sufi yang anti-kekuasaan. Beliau adalah murid dari Syekh Abu al-Hasan asy-Syadzili. Dikisahkan, beliau tinggal di Iskandariyah, Turki, selama 36 tahun tapi tak pernah sekalipun melihat wajah pemimpin dan para pejabat wilayah tersebut. Beliau selalu menolak jika hendak dikunjungi pejabat.

Muridnya, Syekh Ibnu ‘Ataillah menjelaskan, itu adalah bentuk zuhud sang guru. Kekuasaan, kemewahan dan harta benda adalah sumber keterpesonaan manusia, serta membuat banyak manusia lalai dan ingkar kepada Allah. Semuanya itu ada di tangan seorang pimpinan negara. Maka itu semua menjadi hal yang wajib dijauhi oleh seorang yang ingin selalu dekat dengan Allah.

Lain halnya dengan Syekh Abd al-Qâdir al-Jîlânî, seorang sufi agung di Baghdad yang bergelar shultân al-auliyâ (rajanya para wali). Beliau kaya raya, dan merupakan sosok yang dekat dengan siapa saja. Beliau sering dikunjungi para pejabat untuk meminta nasehat dan doa.

Sikap dan karakter demikian dipelihara oleh para pewaris beliau. Misalkan guru mursyid kita, Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul’arifin (1915-2011). Sebuah Koran nasional menjuluki beliau ‘mentor spiritual pejabat’. Tak sedikit pejabat nasional berkunjung ke beliau untuk meminta restu, doa dan bimbingan.

Namun, dekat dengan pejabat bukan untuk tujuan meraih kekuasaana, tapi sekedar memberikan bimbingan ruhani. Sebagaimana Nabi saw menjadi pembimbing ruhani bagi semua sahabatnya tanpa pandang bulu. Maka bagi para syekh sufi ini, seperti kata Syekh Junaid al-Baghdadi, zuhud ialah lepasnya dunia dari genggaman dan bersihkan qalbu dari keterikatan dengannya (خَلْوُ الْيَد مِن الْمُلك وَ القَلْبُ مِن الْتَتبِع).

Terakhir, sebagian syekh sufi memilih perlawanan, jika penguasa yang ada zhalim dan illegal. Seperti yang dilakukan murid-murid Syekh Abd al-Karîm dari Banten yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap penjajah Belanda pada 1888. Syekh Abd al-Karîm ialah salah seorang khalifah Syekh Ahmad Khatib Sambas, pendiri Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Sebagai manusia, para ulama sufi pasti terlibat dalam urusan sosial di zamannya masing-masing, tak terkecuali politik. Sebagai pewaris Nabi saw, terutama dari sisi keruhanian, mereka menjadi rujukan utama umat di sekitarnya. Kisah-kisah itu hanya sekelumit gambaran tentang ragam sikap politik mereka.

Kisah mereka, sebagaimana kisah para guru sufi lainnya, hendaknya menjadi rujukan bagi kita dalam menentukan sikap politik di tahun ini. Apapun bentuknya, harus berangkat dari kesadaran, bukan keterpaksaan, serta bertolak dari ketaatan pada Allah, bukan bujukan hawa nafsu.

http://www.tqnnews.com/meneladani-sikap-politik-kaum-sufi/

Kamis, 20 Maret 2014

PERNIKAHAN ISLAM

DALIL PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. QS An-Nisa' 4:3)

فَانكِحُوا مَا طاب لَكُم مِّنَ النِّساءِ مَثْنى وَ ثُلَث وَ رُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً
Artinya: Maka, nikahilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga atau tempat. Tetapi jika kamu khawatur tidak berlaku adil, maka (nikahilan) seorang saja.(QS An-Nisa' 4:3)

2. Hadits:

تزوجوا الوَدود الوَلود ، فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة
Artinya: Menikahlah dengan perempuan subur dan disenangi. Karena aku ingin (membanggakan) banyaknya umatku (pada Nabi-nabi lain) di hari kiamat (Hadits sahih riwayat Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Majah).

3. Ijmak (kesepakatan) ulama fiqh atas sunnah dan bolehnya menikah.

HUKUM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM

1. Hukum perkawinan adalah sunnah bagi yang ingin menikah dalam arti ada kebutuhan seksual. Dengan syarat, memiliki biaya untuk pernikahan seperti biaya mahar (maskawin) dan ongkos perkawinan.

2. Hukum nikah makruh bagi yang tidak mempunyai hasrat dan tidak ada biaya mahar dan ongkos perkawinan.

3. Hukum menikah haram dalam beberapa situasi .

SYARAT NIKAH

1. Wali [2]
2. Dua saksi
3. Calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami
4. Ijab qabul yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dan jawaban dari calon pria. Seperti ucapan wali Aku nikahkan putriku denganmu (زوّجتك، أو أنكحتك ابنتي). Dan jawaban calon su`mi: saya terima nikahnya (قبلت نكاحها و تزويجها).

Syarat Wali dan Saksi: (a) harus muslim; (b) akil baligh dan normal, jadi anak kecil dan orang gila tidak boleh jadi saksi dan wali; (c) adil yaitu orang yang tidak melakukan dosa besar.

Khusus untuk saksi ada syarat tambahan yaitu harus normal pendengaran dan penglihatannya.

RUKUN NIKAH

Ada 5 (lima) rukun nikah. Rukun adalah perkara yang harus terpenuhi saat akad nikah berlangsung.

1. Pengantin lelaki (Arab, zauj - الزوج)
2. Pengantin perempuan (Arab, zaujah - الزوجة)
3. Wali pengantin perempuan
4. Dua orang saksi
5. Ijab dan Qabul

KHUTBAH NIKAH
Membaca khutbah nikah adalah sunnah. Jadi bukan syarat sahnya pernikahan. Boleh dilakukan boleh ditinggalkan.

Berikut teks khutbah dalam bahasa Arab.

1. Khutbah nikah panjang teks bahasa Arab

الحمد لله المحمود بنعمته، المعبود بقدرته، المطاع بسلطانه، المرهوب من عذابه وسطوته، النافذ أمره في سمائه وأر ضه، الذي خلق الخلق بقدرته، وميزهم بأحكامه وأعزهم بدينه، وأكرمهم بنبيه صلى الله عليه وسلم. إن الله تبارك اسمه وتعالت عظمته، جعل المصاهرة سببا لاحقا، وأمرا مفترضا، وخلق من الماء بشرا، فجعله نسبا وصهرا، خلق آدم ثم خلق زوجه حواء من ضلع من أضلاعه اليسرى. فلما سكن إليها قالت الملائكة مه يا آدم حتى تؤدي لها مهرا. قال وما مهرها؟ قالوا أن تصلي على محمد ختم الأنبياء وإمام المرسلين. فوفى المهر وخطب الأمين جبريل عليه السلام، وزوجها له على ذلك الملك القدوس السلام. وشهد إسرافيل وميكائيل وبعض المقربين بدارس السلام، فصار ذلك سنة أولاده على تعاقب السنين

أحمده أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها، وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيت لقوم يتفكرون، وأشكره أن جعلكم
شعوبا وقبائل بالتناسل الذي هو أصل كل نعمة، وأشهد ان لاإله إلا الله مبدع نظام العالم على أكمل الحكمة. لاإله إلا هو، تبارك الله رب العلمين. وأشهد أن سيدنا محمدا رسول الله حبيب الرحمن ومجتباه القائل: حبب إلي من دنياكم النساء والطيب، وجعلت قرة عينى في الصلاة. وقال يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فلبتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء، فطوبى لمن أقر بذلك عين رزول الله صلى الله عليه وسلم وعلى آله وصحبه أجمعين.
أما بعد، فإن النكاح من السنن المرغوبة التي عليها مدار الاستقامة، إذ من تزوج فقد كمل نصف دينه، كما أخبر بذلك الحبيب المبعوث من تمهامة «مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإيمَانِ فَلْيَتَّقِ الله في النِّصْفِ البَاقِي

وقال: تناكحوا تناسلوا، فإني مباه بكمم الامم يوم القيامة. وأيضا: » إذا أَتاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَأَنْكِحونُ، إِلا تَفْعلوا تَكُنْ فِتْنَةٌ في الأَرْضِ وَفَسادٌ عَريضٌ . وقد حث عليه المنان بقوله: وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ. وهذا عقد مبارك ميمون واجتماعلى حصول خير يكون، إن شاء الله الذي إذا اراد شيئا أن يقول له كن فيكون.
أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولوالدي ولوالديكم لومشايخي ومشايخكم ولسائر المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

استغفر الله العظيم الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه

أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم.

2. Khutbah Nikah Pendek berdasar hadits Ibnu Masud riwayat Abu Dawud

الحمدُ لله نَستعينُهُ ونستغفرُهُ، ونعوذُ بهِ من شُرورِ أنفُسِنَا، من يهدِ الله فلا مُضلَّ لهُ، ومن يُضلل فلا هاديَ لهُ، وأشهدُ ان لا إله إلا الله وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسوله

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

WALI NIKAH

Dalam Islam, calon pengantin perempuan harus dinikahkan oleh walinya. Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Wali nikah yang utama adalah ayah kandung, kalau tidak ada maka diganti kakek, kemudian saudara kandung, seterusnya lihat keterangan di bawah.

URUTAN WALI NIKAH

Urutan wali dan yang berhak menjadi wali nikah adalah sebegai berikut:

1 - Ayah kandung
2 - Kakek, atau ayah dari ayah
3 - Saudara se-ayah dan se-ibu
4 - Saudara se-ayah saja
5 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7 - Saudara laki-laki ayah
8 - Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah

Urutan wali di atas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2 dan seterusnya.

Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya seperti tokoh agama atau petugas KUA.

Apabila perempuan berada di suatu negara yang tidak ada wali hakim, maka sebagai gantinya adalah tokoh Islam setempat seperti Imam masjid atau ulama yang dikenal.

SYARAT MENJADI WALI NIKAH

Walaupun sudah termasuk golongan yang berhak menjadi wali nikah, belum sah menjadi wali nikah sampai syarat-syarat berikut terpenuhi:

1. Islam (beragama Islam). Tidak sah wali kafir selain kafir Kitabi (Yahudi dan Kristen boleh menjadi wali).
2. Aqil (berakal sehat). Tidak sah wali yang akalnya rusak.
3. Baligh (sudah usia dewasa) tidak sah wali anak-anak.
4. Lelaki. Tidak sah wali perempuan.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menyatakan bahwa sah hukumnya seorang ayah nonmuslim menjadi wali nikah untuk putrinya yang menikah dengan pria muslim. Hal ini berdasarkan pendapat dari madzhab Hanafi dan Syafi'i. Ibnu Qudamah berkata:

إذا تزوج المسلم ذمية, فوليها الكافر يزوجها إياه . ذكره أبو الخطاب. وهو قول أبي حنيفة, والشافعي ; لأنه وليها , فصح تزويجه لها , كما لو زوجها كافرا, ولأن هذه امرأة لها ولي مناسب, فلم يجز أن يليها غيره, كما لو تزوجها ذمي.

WALI HAKIM

Wali hakim dalam konteks Indonesia adalah pejabat yang berwenang menikahkan. Yaitu, hakim agama, petugas KUA, naib, modin desa urusan nikah.(berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952)

Wali hakim baru boleh menjadi wali nikah dalam 3 hal sebagai berikut:

WALI DARI ANAK ZINA

Seorang anak zina perempuan nasabnya dinisbatkan pada ibunya. Karena ibu tidak dapat menikahkan, maka wali hakim yang dapat menjadi walinya.

SEMUA WALI TIDAK ADA

Wali hakim dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah tidak ada.

WALI TIDAK ADA SETUJU TANPA ALASAN SYAR'I

Wali hakim juga dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah yang ada menolak menikahkan dengan alasan yang tidak sesuai syariah.[4]

WALI PERGI DALAM JARAK QASHAR

Apabila wali yang terdekat pergi dalam jarak perjalanan qashar (dua marhalah), maka wali hakim boleh menjadi pengganti wali tersebut.

ولو ) ( غاب ) الولي ( الأقرب ) نسبا ، أو ولاء ( إلى مرحلتين ) ، أو أكثر ولم يحكم بموته وليس له وكيل حاضر في تزويج موليته زوج السلطان ) لا الأبعد وإن طالت غيبته وجهل محله وحياته لبقاء أهلية الغائب وأصل بقائه والأولى أن يأذن للأبعد ، أو يستأذنه خروجا من الخلاف
Artinya: Apabila wali nasab terdekat bepergian dalam jarak dua marhalah (qashar) atau lebih jauh dan tidak ada status kematiannya serta tidak ada wakilnya yang hadir dalam menikahkan perempuan di bawah perwaliannya maka Sultan (Wali Hakim) dapat menikahkan perempuan itu. Bukan wali jauh walaupun kepergiannya lama dan tidak diketahui tempat dan hidupnya. Hal itu karena tetapnya status kewalian wali yang sedang pergi. Namun yang lebih utama meminta ijin pada wali jauh untuk keluar dari khilaf ulama.[5]

AKAD NIKAH (IJAB KABUL)

Prosesi akan nikah terpenting adalah ijab kabul (qobul). Di mana wali calon mempelai perempuan menikahkan putrinya dengan calon pengantin laki-laki (ijab) dan calon pengantin laki-laki menjawabnya (kabul/qobul) sebagai tanda menerima pernikahan tersebut . Wali juga dapat mewakilkan pada wakil wali yang ditunjuk wali untuk menikahkan putrinya. Yang bertindak sebagai wakil biasanya petugas KUA atau tokoh agama setempat.

A. TEKS BACAAN AKAD NIKAH LANGSUNG OLEH WALI DALAM BAHASA ARAB

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.
اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.
واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح
يا … انكحتك وزوجتك بنتي … بمهر – الف روبية حالا / مؤجلا

Teks latin: Ankahtuka wa zawwajtuka binti [sebutkan namanya] bimahri [sebutkan jumlah maskawin] hallan.

Artinya: Aku menikahkanmu dengan putriku bernama [sebutkan nama] dengan maskawin [sebutkan jumlah maskawin].

B. TEKS BACAAN AKAD NIKAH OLEH WAKIL WALI DALAM BAHASA ARAB

Menjadi wakil dari wali teksnya sama saja. Perbedaannya adalah tambahan kata "muwakkili" (yang mewakilkan padaku)

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.
اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.
واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح
يا … انكحتك وزوجتك فاطمة بنت سالم موكلي بمهر – الف روبية حالا / مؤجلا

Teks latin: Ankahtuka wa zawwajtuka binti [sebutkan namanya] muwakkili bimahri [sebutkan jumlah maskawin] hallan.

Artinya: Aku menikahkanmu dengan perempuan bernama [sebutkan nama] yang walinya mewakilkan padaku dengan maskawin [sebutkan jumlah maskawin].

C. TEKS KABUL JAWABAN PENGANTIN PUTRA KEPADA WALI

Ketika wali nikah atau wakilnya selesai mengucapkan ijab, maka pengantin laki-laki langsung merespons/menjawab dengan ucapan berikut:

Teks Arab: قبلت نكاحها وتزويجها بالمهر المذكور
Teks Latin: Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bilmahril madzkur
Artinya: Saya terima nikahnya dengan mahar/maskawin tersebut

DOA SETELAH AKAD NIKAH

Setelah ijab kabul dilaksanakan antara wali atau wakil wali dengan mempelai laki-laki, acara dilanjutkan dengan membaca doa sebagai berikut (pilih salah satu atau semuanya):

DOA 1

الحمد لله رب العالمين. والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين. وعلي اله وصحبه اجمعين. حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده. يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك.

اللَهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحمَدٍ صَلاَةٌ تُنْجيْنَا بِهَا مِنَ جَمِيْعَ الأهَوْاَلِ وَالأَفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بها جَمِيعَ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَيّئاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَي الدَرَجَاتِ وَتُبَلّغُنَا بِهَا أَقْصَي الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيرَاتِ فِي الحَيَاةِ
وَبَعْدَ المَمَاتِ
انك سميع قريب مجيب الدعوات يا قا ضي الحاجات، يا مجيب السا ئلين

اللهم الف بينهما كما الفت بين ادم وحواء والف بينهما كما الفت بين سيدنا محمد ص.م. وخديجة الكبري.

اللهم لاتدع لنا في مقامنا هذا ذنبا الا غفرته ولا هما الا فرجته ولا حاجة من حوائج الدنيا والاخرة لك فيها رضا ولنا فيها صلاح الا قضيتها ويسرتها فيسر امورنا واشرح صدورنا ونور قلوبنا واختم بالصالحات اعمالنا. اللهم توفنا مسلمين واحينا مسلمين والحقنا بالصالحين غير خزايا ولا مفتونين.

ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما. ربنا اغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا. ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين.

DOA 2

سم الله الرحمن الرحيم الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
اللهم بارك لهما وبارك عليهما واجمع بينهما بالخير
اللهم الهم الف بين قلوبهم وانزل عليهم السكينة والهدوء في دخلتهم
اللهم ارزقهم الحلال الطيب الذي ترضى عنهم به يارب العالمين
اللهم ارزقهم طيب المعاملة والحب والرومنسية والصدق
اللهم ابعد الشيطان والغيرة والحسد و النظر الى ما لم يحلل الله
اللهم اغفر لهم برضاك عليهم
اللهم اغفر لهم برضا اهلهم عليهم
اللهم ارزقهم اطفالا يحفظون القرآن الكريم ويطيعوك ويطيعوهم
اللهم ابعدهم عن ذلات الدنيا واهوائها
اللهم امين امين
والصلات والسلام عليك ياسيدي يا رسول الله والحمد لله رب العالمين

UCAPAN DOA UNTUK KEDUA MEMPELAI SETELAH AKAD NIKAH

Masing-masing yang hadir sunnah mengucapkan doa berikut pada penantin laki-laki

بارك الله لك، وبارك الله عليك، وجمع بينكما في خير
Masing-masing yang hadir sunnah mengucapkan doa berikut pada kedua mempelai

بارك الله لكل واحد منكما في صاحبه، وجمع بينكما في خير.

DOA UNTUK KEDUA MEMPELAI

DOA SAAT BERDUA DI MALAM PERTAMA

Saat kedua mempelai bertemua di dalam kamar di malam pertama, maka mempelai pria dianjurkan mengusap kepala mempelai wanita sambil membaca doa berikut [7]:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْه

Setelah itu, disunnahkan bagi kedua mempelai untuk melakukan shalat sunnah[8]

DOA SETIAP AKAN BERHUBUNGAN INTIM (JIMAK)

ِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Dan disunnahkan untuk melakukan wudhu sebelum melakukan hubungan badan yang kedua dan seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi dalam hadits sahih riwayat Muslim sbb
ذا أتى أحدكم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأ
Artinya: Apabila kalian sudah melakukan hubungan intim dan hendak mengulangi, maka hendaknya berwudhu.

PERNIKAHAN HARAM (DILARANG) DALAM ISLAM

Pernikahan adakalanya hukumnya haram, dalam situasi berikut:

1. Perempuan menikah dengan orang laki-laki nonmuslim
2. Laki-laki menikah dengan nonmuslim yang bukan ahli kitab (Yahudi, Nasrani).
3. Menikah dengan pelacur, wanita hamil
4. Pernikahan dalam masa idah cerai atau kematian
5. Poliandri (perempuan menikah dengan lebih dari satu laki-laki)
6. Poligami lebih dari empat
6. Laki-laki menikah dengan dua perempuan bersaudara (boleh menikah dengan salah satunya).

====================
CATATAN DAN RUJUKAN

[1] عقدٌ يتضمنُ إباحةَ وطءٍ بلفظِ إنكاحٍ، أو تزويجٍ، أو بترجمته (Ar-Ramly, Nihayatul Muhtaj, VI/138).
[2] لا نكاح إلا بولي Hadits riwayat Ahmad (hadits nomor 8697), Abu Daud (hadits nomor 2085), Tirmidzi (hadits nomor 1101), Hakim (II/185)
[3] Berdasarkan hadits: أيما امرأة نكحت بغير إذن مواليها فنكاحها باطل –ثلاث مرات- فإن دخل بها فالمهر لها بما أصاب منها، فإن تشاجروا فالسلطان ولي من لا ولي له hadits riwayat Ahmad (No.4250), Abu Daud (No.2083), Ibnu Majah (No.1839), Ibnu Hibban (No.4074), Hakim (No.2182). Lihat juga kitab Subulus Salam (III/118), kitab Fathul Bari (IX/191).
[4] Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33.
[5] Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj (فروع الفقه الشافعي
نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج) dalam bab "فصل في موانع الولاية للنكاح"
[6] Kitab Ahkam an-Nikah wama yata'allaqu bihi dalam Fathul Qarib al-Mujib oleh Al-Ghazi
[7] Berdasarkan hadits dalam Sahih Abu Daud
ِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وإذا اشترى بعيرا فليأخذ بذروة سنامه وليقل مثل ذلك

[8] Berdasarkan hadits dalam kitab Mukhtasar al-Irwa'

عن أبى سعيد مولى أبى أسيد قال: "تزوجت وأنا مملوك، فدعوت نفراً من أصحاب النبي فيهم ابن مسعود وأبو ذر وحذيفة، قال: وأقيمت الصلاة، قال: فذهب أبو ذر ليتقدم، فقالوا: إليك! قال: أوَكذلك؟ قالوا: نعم، قال: فتقدمت بهم وأنا عبد مملوك، وعلموني فقالوا: إذا دخل عليك أهلك فصل ركعتين ، ثم سل الله من خير ما دخل عليك ، وتعوذ به من شره ، ثم شأنك وشأنك أهلك

http://www.alkhoirot.net/2012/03/pernikahan.html?m=1

Canda Suami Istri

Seorang lelaki yang pendek dan buruk rupanya suatu hari duduk-duduk bersama istrinya yang sangat cantik. Si lelaki tak berkedip memandang wajah istrinya yang cantik jelita.

Agak tersipu-sipu, sang istri pun berkata, “Kau ini kenapa sih, kok dari tadi memandangku saja?”

Kulihat wajahmu,” jawab si suami, “semakin hari kok semakin cantik saja. Maka setiap kali aku melihatmu, semakin bertambah syukurku.”

Ya, “kata si istri,” dan kita berdua nanti akan masuk surga.”

Lho, darimana kau tahu?”

Bukankah hamba yang bersyukur dan hamba yang bersabar akan masuk surga? Kau bersyukur karena mendapat anugerah istri seperti aku.
Sedangkan aku bersabar mendapat cobaan berupa suami seperti kamu.

:D :)

Korelasi K'abah Dengan Handphone

Percakapan Si A dengan seorang Santri..

Si A : mengapa orang Islam menyembah kotak hitam?

Santri : salah tu bro. Umat Islam ga menyembah kotak hitam, tapi menyembah Allah.

Si A : bukankah orang Islam sembahyang menghadap Ka’bah, satu kotak yang berwarna hitam? Apakah Allah itu ada di dalam Ka’bah?

Belum sempat si Santri menjawab, terdengar handphone nya si A berbunyi. Si A menjawab panggilan teleponnya, sementaran si Santri dengan sabar menanti. Setelah si A selesai menjawab panggilan di handphone nya, dia memandang si Santri. Si Santri tersenyum :)

Si A : mengapa tersenyum? Apa jawaban dari pertanyaan saya tadi?

Santri : hmm... perlukah saya menjawab pertanyaanmu?

Si A : ah, pasti kau tidak bisa menjawab bukan? [tertawa]

Santri : bukan itu maksud saya. Tapi saya mencoba menggunakan teori yang kau gunakan untuk membuat pertanyaan yang kau ajukan padaku. Saya melihat kau kurang menyadarinya..

Si A : mengapa kau bicara begitu?

Santri : tadi saya lihat kau bicara sendiri, ketawa dan tersenyum sendiri. Dan kau mencium HP itu sambil bicara “I love u mom”…

Si A : saya tidak bicara sendiri. Saya bicara dengan pacar saya. Dia yang telfon saya tadi.

Santri : mana pacarmu? Saya tak melihatnya..

Si A : Pacar saya di Jakarta. Dia telfon saya, saya jawab menggunakan telfon. Apa masalahnya? [nada marah]

Santri : boleh saya lihat HP kamu?

Si A mengulurkan HPnya kepada si Santri. Si Santri menerimanya, lalu membolak-balikan HP itu, menggoncang-goncangnya, mengetuk-ngetuk HP tersebut ke meja. Lantas si Santri menghempaskannya sekuat tenaga ke lantai.. PRAKKK... PECAH... Muka si A merah menahan marah. Sementara si Santri menatapnya sambil tersenyum..

Santri : mana pacarmu? Saya lihat dia tidak ada disini. Saya pecahkan HP ini pun pacarmu tetap tak terlihat di dalamnya?

Si A : mengapa kau bodoh sekali? Teknologi sudah maju. Kita bisa berbicara jarak jauh menggunakan telfon. Apa kau tak bisa menggunakan otakmu? [jegerrr marahnya bro]

Santri : Alhamdulillah [senyum]. Begitu juga halnya dengan Allah SWT. Umat Islam sembahyang menghadap Ka’bah bukan berarti umat Islam menyembah Ka’bah. Tetapi umat Islam sembahyang atas arahan Allah. Allah mengarahkan umat Islam untuk sembahyang menghadap Ka’bah juga bukan berarti Allah ada di dalam Ka’bah.

Begitu juga dengan dirimu dan pacarmu. Pacarmu menelfon menggunakan HP, ini bukan berarti pacarmu ada di dalam HP. Tetapi ketentuan telekomunikasi menetapkan peraturan, kalau ingin bicara lewat telfon harus tekan nomor yang tepat, barulah akan tersambung dan kau bisa berbicara melalu HP meski pacarmu tak ada di dalamnya.

Si A : [melongo]

Inilah Jawaban yang logis mengapa Umat Islam menghadap Ka’bah untuk menyembah Allah..

Semoga yang belum mengenal Allah segera mendapatkan hidayah-Nya dan memeluk agama islam. Aamiin

Marilah kita berdoa, bermunajat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni kita, dan menghapuskan kita dari segala dosa yang telah lalu.

Ya Allah,
Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat..

Aamiin ya Rabbal’alamin

Sholat Sunnah Rowatib

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali di dalam kitab Bidayatul Hidayah menggambarkan bahwa ketundukan dan keta’atan (ibadah) seorang hamba kepada Tuhannya laksana orang yang melakukan bisnis (perdagangan). Ketundukan dan keta’atan yang berstatus fardlu diibaratkan sebagai modal di dalam berbisnis. Sedangkan ketundukan dan keta’atan yang berstatus sunah diibaratkan sebagai laba atau keuntungan dari bisnis tersebut.

Oleh karena itu maka barang siapa melaksanakan ibadah fardlu (memikili modal) maka dia akan selamat dari kebinasaan (murka Allah), dan barang siapa yang melaksanakan ibadah sunah (memperoleh laba) maka dia akan beruntung dengan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah.

Sebagai support terhadap umatnya, Rasulullah saw di dalam hadits qudsi bersabda:

ولايزال العبد يتقرب الي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ولسانه الذي ينطق به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها

“Seorang hamba akan selalu melakukan pendekatan kepada-Ku dengan cara melakukan Nawafil (ibadah-ibadah sunah; seperti shalat sunah) sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka Aku akan menjadi pendengarannya yang bisa mendengarkan, Aku akan menjadi penglihatannya akan bisa melihat, Aku akan menjadi lisannya yang bisa berbicara, Aku akan menjadi tangannya yang bisa bertindak dan Aku akan menjadi kakinya yang bisa berjalan.”

Apabila yang menjadi pendengaran, penglihatan, lisan, tangan dan kakinya adalah Allah, maka seorang hamba akan selalu berada dalam ketundukan dan keta’atan kepada Allah dan selamat dari kemaksiatan dan kedurhakaan. Kerena Allah lah yang akan selalu menjaga dirinya secara keseluruhan.

Hakikat dan Bagian-Bagian Sholat Rawatib

Setelah diketahui betapa amat pentingnya ibadah sunah bagi kaum muslimin, di sini akan dijelaskan tentang waktu sholat sunah rawatib yang sering dilupakan oleh kaum muslimin sehingga sebagian di antara mereka tidak melakukan sholat tersebut lantaran tidak memahami waktu. Seolah-olah mereka telah kehilangan waktu, padahal waktu sholat tersebut masih ada. Sehingga laba dan keuntungan tidak mereka peroleh.

Sebelum pembahsan waktu, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian dan bagian-bagian sholat sunah rawatib.

Secara sederhana sholat sunah rawatib adalah sholat sunah yang menyertai sholat fardlu yang lima waktu. Sedangkan bagian-bagian nya ada dua. Yaitu sholat sunah Qabliyah dan sholat sunah Ba’diyah. Sholat sunah Qabliyah adalah sholat sunah yang waktu pelaksanaanya sebelum sholat fardlu. Sedangkan sholat sunah Ba’diyah adalah sholat sunah yang waktu pelaksanaannya setelah sholat fardlu.

Syekh Abi Syuja’ di dalam kitab Taqrib menjelaskan bahwa sholat Rawatib itu ada tujuh belas rakaat dngan rincian: dua rakaat sebelum Shubuh, empat raka’at sebelum Dhuhur, dua raka’at setelah Dhuhur, empat raka’at sebelum ‘Ashar, dua raka’at setelah Maghrib dan tiga raka’at setelah Isya’ (satu raka’at dari yang tiga tersebut adalah sholat Witir).

Dari jumlah tujuh belas raka’at di atas, ada sepuluh raka’at yang dikategorikan sebagai sholat sunah rawatib muakkad (yang sangat dianjurkan). Yaitu dua raka’at sebelum Shubuh, dua raka’at sebelum Dhuhur, dua raka’at setelah Dhuhur, dua raka’at setelah Maghrib dan dua raka’at setelah Isya’.

Waktu Sholat Sunah Rawatib

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sholat rawatib ada yang dinamakan sholat sunah Qabliyah dan ada yang dinamakan sholat sunah Ba’diyah.

Tentang waktu sholat sunah Qabliyah, Sayyid Abu Bakr Al- Syatha di dalam kitab Hasyiyah Fathul Mu’in, I’anatut Thalibin menjelaskan bahwa waktu masuknya sholat sunah Qabliyah bersamaan dengan masuknya waktu sholat fardlu dan berakhir dengan berakhirnya waktu sholat fardlu tersebut. Jadi jika sholat sunah Qabliyah tidak dilaksanakan sebelum sholat fardlu maka boleh dilaksanakan setelah melakukan sholat fardlu. Bahkan sholat sunah Qabliyah disunahkan dilakukan setelah sholat fardlu jika sholat fardlu tersebut akan segera dilaksanakan sehingga kalau sholat sunat Qabliyah dilakukan maka dimungkinkan tidak menututi terhadap takbiratul ihramnya imam. Kalau terpaksa dalam kondisi seperti itu sholat sunah Qabliyah tetap dilaksanakan maka hukumnya menjadi makruh.

Oleh karena itu tidak dibenarkan meninggalkan sholat Qabliyah dengan alasan tidak dilaksanakan sebelum sholat fardlu. Karena sholat sunah Qabliyah itu bisa dilaksanakan setelah sholat fardlu dengan status sholat ada’ bukan qadla’.

Berbeda dengan sholat sunah Ba’diyah tidak bisa dilaksanakan sebelum sholat fardlu, ia harus dilaksanakan setelah sholat fardlu. Karena waktu masuknya sholat sunah Ba’diyah adalah setelah dilaksanakannya sholat fardlu.

Jadi, melaksanakan sholat sunah Qabliyah bisa sebelum atau sesudah dilaksanakannya sholat fardlu (waktu yang lentur). Sedangkan melaksanakan sholat sunah Ba’diyah harus dilaksanan setelah melaksanakan sholat fardlu tidak boleh dilakukan sebelum dilaksanakannya sholat fardlu

اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﺴﻨﻮﻧﺔ ﻭاﻟﺮﻭاﺗﺐ

(ﻭاﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﺴﻨﻮﻧﺔ) ﻭﻓﻲ ﺑﻌﺾ اﻟﻨﺴﺦ «اﻟﻤﺴﻨﻮﻧﺎﺕ» (ﺧﻤﺲ: اﻟﻌﻴﺪاﻥ) ﺃﻱ ﺻﻼﺓ ﻋﻴﺪ اﻟﻔﻄﺮ ﻭﻋﻴﺪ اﻷﺿﺤﻰ، (ﻭاﻟﻜﺴﻮﻓﺎﻥ) ﺃﻱ ﺻﻼﺓ ﻛﺴﻮﻑ اﻟﺸﻤﺲ ﻭﺧﺴﻮﻑ اﻟﻘﻤﺮ، (ﻭاﻻﺳﺘﺴﻘﺎء) ﺃﻱ ﺻﻼﺗﻪ.

• اﻟﺴﻨﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﺔ ﻟﻠﻔﺮاﺋﺾ

(ﻭاﻟﺴﻨﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﺔ ﻟﻠﻔﺮاﺋﺾ) ﻭﻳﻌﺒﺮ ﻋﻨﻬﺎ ﺃﻳﻀﺎ ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ اﻟﺮاﺗﺒﺔ، ﻭﻫﻲ (ﺳﺒﻌﺔ ﻋﺸﺮ ﺭﻛﻌﺔ: ﺭﻛﻌﺘﺎ اﻟﻔﺠﺮ، ﻭﺃﺭﺑﻊ ﻗﺒﻞ اﻟﻈﻬﺮ، ﻭﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﺑﻌﺪﻩ، ﻭﺃﺭﺑﻊ ﻗﺒﻞ اﻟﻌﺼﺮ، ﻭﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﺑﻌﺪ اﻟﻤﻐﺮﺏ، ﻭﺛﻼﺙ ﺑﻌﺪ اﻟﻌﺸﺎء ﻳﻮﺗﺮ ﺑﻮاﺣﺪﺓ ﻣﻨﻬﻦ) اﻟﻮاﺣﺪﺓ ﻫﻲ ﺃﻗﻞ اﻟﻮﺗﺮ، ﻭﺃﻛﺜﺮﻩ ﺇﺣﺪﻯ ﻋﺸﺮﺓ ﺭﻛﻌﺔ. ﻭﻭﻗﺘﻪ ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺓ اﻟﻌﺸﺎء ﻭﻃﻠﻮﻉ اﻟﻔﺠﺮ؛ ﻓﻠﻮ ﺃﻭﺗﺮ ﻗﺒﻞ اﻟﻌﺸﺎء ﻋﻤﺪا ﺃﻭ ﺳﻬﻮا ﻟﻢ ﻳﻌﺘﺪ ﺑﻪ. ﻭاﻟﺮاﺗﺐ اﻟﻤﺆﻛﺪ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻛﻠﻪ ﻋﺸﺮ ﺭﻛﻌﺎﺕ: ﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﺒﺢ ﻭﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﻗﺒﻞ اﻟﻈﻬﺮ ﻭﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﻭﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﺑﻌﺪ اﻟﻤﻐﺮﺏ ﻭﺭﻛﻌﺘﺎﻥ ﺑﻌﺪ اﻟﻌﺸﺎء.  •

اﻟﻨﻮاﻓﻞ اﻟﻤﺆﻛﺪاﺕ
(ﻭﺛﻼﺙ ﻧﻮاﻓﻞ ﻣﺆﻛﺪاﺕ) ﻏﻴﺮ ﺗﺎﺑﻌﺔ ﻟﻠﻔﺮاﺋﺾ: ﺃﺣﺪﻫﺎ (ﺻﻼﺓ اﻟﻠﻴﻞ). ﻭاﻟﻨﻔﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﻓﻲ اﻟﻠﻴﻞ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﻓﻲ اﻟﻨﻬﺎﺭ، ﻭاﻟﻨﻔﻞ ﻭﺳﻂ اﻟﻠﻴﻞ ﺃﻓﻀﻞ، ﺛﻢ ﺁﺧﺮﻩ ﺃﻓﻀﻞ. ﻭﻫﺬا ﻟﻤﻦ ﻗﺴﻢ اﻟﻠﻴﻞ ﺃﺛﻼﺛﺎ. (ﻭ) اﻟﺜﺎﻧﻲ (ﺻﻼﺓ اﻟﻀﺤﻰ) ﻭﺃﻗﻠﻬﺎ ﺭﻛﻌﺘﺎﻥ، ﻭﺃﻛﺜﺮﻫﺎ اﺛﻨﺘﺎ ﻋﺸﺮﺓ ﺭﻛﻌﺔ، ﻭﻭﻗﺘﻬﺎ ﻣﻦ اﺭﺗﻔﺎﻉ اﻟﺸﻤﺲ ﺇﻟﻰ ﺯﻭاﻟﻬﺎ - ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ اﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ اﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ﻭﺷﺮﺡ اﻟﻤﻬﺬﺏ. (ﻭ) اﻟﺜﺎﻟﺚ (ﺻﻼﺓ اﻟﺘﺮاﻭﻳﺢ) ﻭﻫﻲ ﻋﺸﺮﻭﻥ ﺭﻛﻌﺔ ﺑﻌﺸﺮ ﺗﺴﻠﻴﻤﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ، ﻭﺟﻤﻠﺘﻬﺎ ﺧﻤﺲ ﺗﺮﻭﻳﺤﺎﺕ. ﻭﻳﻨﻮﻱ اﻟﺸﺨﺺ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻣﻨﻬﺎ ﺳﻨﺔ اﻟﺘﺮاﻭﻳﺢ ﺃﻭ ﻗﻴﺎﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ. ﻭﻟﻮ ﺻﻠﻰ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﺘﺴﻠﻴﻤﺔ ﻭاﺣﺪﺓ ﻟﻢ ﺗﺼﺢ. ﻭﻭﻗﺘﻬﺎ ﺑﻴﻦ ﺻﻼﺓ اﻟﻌﺸﺎء ﻭﻃﻠﻮﻉ اﻟﻔﺠﺮ  .

Rabu, 19 Maret 2014

Kebiasaan Hasan bin Ali bin Abi tholib

Dikisahkan bahwasanya di antara kebiasaan Hasan bin Ali bin Abi Thalib di Madinah adalah membuka lebar pintu rumahnya layaknya dapur umum. Seperti dapur umum, pagi, siang, malam rumah itu menghidangkan makanan untuk semua orang yang berdatangan.

Di zaman itu di Madinah belum ada tempat penginapan atau hotel. Tiap hari, Hasan menyembelih onta kecil untuk dihidangkan ke para peziarah Madinah atau orang-orang miskin pada umumnya.

Suatu hari, ada orang Arab Badui (dusun) yang datang dan makan dirumahnya. Sehabis makan, ia tidak langsung pulang, melainkan duduk dan membungkus beberapa makanan ke dalam tas. Melihat keanehan itu, Hasan datang menyapa.

Kenapa kau mesti membungkusnya? Lebih baik kau datang makan tiap pagi, siang dan malam di sini. Biar makananmu lebih segar,” kata Hasan.

Oh, ini bukan untukku pribadi. Tapi untuk orang tua yang kutemui di pinggir kota tadi. Orang itu duduk di pinggir kebun kurma dengan wajah lesuh dan memakan roti keras.

Dia hanya membahasahi roti itu dengan sedikit air bergaram dan memakannya. Aku membungkus makanan ini untuknya, biar dia senang.,” jawab orang Badui.

Mendengar itu, Hasan kemudian menangis tersedu-sedu. Badui itu heran dan bertanya, “Kenapa Tuan menangis? Bukankah tak ada yang salah jika aku kasihan dengan lelaki miskin yang di pinggiran kota itu?”

Dijawab oleh Hasan, sembari tersedu, “Ketahuilah, saudaraku. Lelaki miskin yang kau jumpai itu, yang makan roti keras dengan sedikit air bergaram itu, dia adalah ayahku: Ali bin Abi Thalib. Kerja kerasnya di ladang kurma itulah yang membuatku bisa menjamu semua orang setiap hari di rumah ini.”

Minggu, 16 Maret 2014

Siwak dan pasta gigi

اَللهُ أَكْبَرْ اَللهُ أَكْبَرْ

اَللهُ أَكْبَرْ اَللهُ أَكْبَرْ

Terdengar Lantunan merdu suara Adzan maghrib dari corong musholla, kawan-kawan santri yang sedari tadi memang menunggu dikumandangkannya adzan, berbondong-bondong beranjak memenuhi panggilan menunaikan ibadah sholat secara berjam`ah, ada yang ke musholla dan sebagian lainnya ke masjid sambil menenteng kitab untuk persiapan mengikuti pengajian seusai sholat. Setelah menemukan tempat “favorit” yang biasa mereka istiqomahkan, mereka duduk dengan khusu’ dan hikmat seraya bersama-sama membaca dzikir sebagai  lantunan berikutnya. Akhirnya Iqomah sholat dikumandangkan oleh muaddzin, semua santri beranjak berdiri merapatkan barisan shofnya, sejurus kemudian, diantara mereka mengeluarkan senjata pemungkas yang diletakkan disakunya, “siwak”.

Itulah salah satu fenomena ciri khas yang dimiliki santri, suatu hal yang jarang terjadi dikalangan luar pesantren, yaitu memakai siwak setiap kali menunaikan sholat, sebab hal itu merupakan kesunnahan yang dianjurkan agama. Dalam hadist disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ

” Dari Abu Huroiroh ra, Nabi saw. bersabda: Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan sholat “.[1]

Dalam ilmu Ushul fiqh, lafadz (لَوْلَا) adalah lafadz yang fungsinya mencegah lahirnya sesuatu karena ada sesuatu yang lain. Dalam kasus disini, suatu perintah yang semestinya menghendaki wajib dilakukan yaitu siwak, namun menjadi tidak wajib karena adanya hal lain yaitu masyaqqoh atau kesulitan. Sehingga perintah tersebut berubah status menjadi sunnah.[2]

Nabi juga bersabda:

عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“dari Abu Bakar ra, sesungguhnya Nabi saw. Bersabda: Siwak adalah pembersih mulut dan sebab ridhonya Allah”[3]

Dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin, bahwa siwak memiliki 75 faidah, diantaranya: Mensucikan mulut, diridhoi Allah swt., memutihkan gigi, menghilangkan bau dan mengharumkan mulut, menguatkan gusi dan gigi, bicaranya fasih dan lancar, menghilangkan segala penyakit kepala,memperlambat penuaan (awet muda), tidak bungkuk kelak dimasa tua, mencerdaskan otak, dilipat gandanya pahala, memperlancar rizki, penglihatan tidak kabur, bertambahnya kebaikan, malaikat senang dan menyalaminya karena wajahnya bercaha ketika selesai sholat, catatan amalnya kelak diakhirat diterima dari tangan kanannya, tidak terkena penyakit kusta, Selamatnya harta dan anak, meringankan naza’ dan mempermudah mengucapkan kalimat syahadat ketika sakaratul maut, dan Malaikat maut berbentuk indah saat datang mencabut nyawanya.[4]

Kayu Arak dan Pasta Gigi

Yang sering dipahami, siwak identik dengan kayu arak yang biasa dipakai ketika hendak sholat atau dalam hal-hal tertentu semisal hendak membaca al-Qur`an dan mengajar. Sementara saat ini telah banyak beredar pasta gigi ataupun lainnya yang fungsinya juga untuk membersihkan, membunuh kuman yang terdapat dalam mulut dan menghilangkan bau tidak sedap. Pertanyaannya, apakah dengan menggunakan pasta gigi sudah mewakili siwak yang dimaksud dalam hadist sehingga juga mendapatkan fadilah-fadilah siwak sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anah at-Thalibin diatas?

Secara bahasa, siwak bermakna menggosok, sementara menurut istilah, siwak adalah menggunakan kayu atau semisalnya yang dapat menghilangkan bau mulut, seperti kain kasar, Ghosul (sejenis pohon atau pembersih) dan lain-lain. Namun yang paling utama adalah kayu arak yang tidak terlalu kering serta tidak terlalu basah[5]. Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho Dimyati merumuskan tingkatan-tingkatan alat siwak, paling utama adalah kayu arak, kemudian pelepah pohon kurma, zaitun, setiap benda yang harum, dan lain-lain semisal kain.[6]

Dengan demikian, pasta gigi juga termasuk dalam kategori siwak yang juga mendapatkan fadilah-fadilah yang terdapat dalam siwak sekalipun nilai keutamaannya dibawah siwak yang lumrah dipakai yaitu kayu arak. Hanya saja pasta gigi tidak praktis sebagaimana kayu arak yang dapat dibawa kemanapun dan dapat dipakai saat itu juga. Pasta gigi masih membutuhkan sikat gigi, air dan tempat khusus untuk menggunakannya.

____________

[1] Ibnu Daqiq al-`idi, Ihkamu al-Ahkam syarah `Umdatu al-Ahkam, jld. 1, hlm. 48

[2] Tajuddin as-Subky, Jam`ul Jawami’, hlm. 42, Ta`sisu al-Ahkam, jld. 1, hlm. 30

[3] Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad, jld. 1, hlm. 10

[4] Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho Dimyati, I’anatu al-Tholibin, jld. 1, hlm. 44.

[5] Muhammad bin Ismail al-Son`ani, Subulu al-Salam, jlid. 1, hlm 42

[6] Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho Dimyati, I’anatu al-Tholibin, jld. 1, hlm. 45.

Cyberdakwah

Pasangan Halal Antara Yang Baik Dengan Yang Buruk

Siapa saja pasti mengharapkan, mengimpikan, dan bercita-cita ingin memiliki pasangan halal yang baik. ‘Baik’ di sini tidak berorentasi pada zhahirnya, semisal berupa harta, kedudukan, dan keelokan fisik, bahkan pintar atau alim pun juga tidak. Maksud ‘baik’ yang tepat dalam konteks ini adalah sifat atau karakter seseorang.

Kaya, kedudukan yang mapan atau tinggi, apalagi sekedar fisik yang ideal, semua ini bukanlah orentasi utama dalam memilih pasangan. Karena masing-masing tersebut bukan standart untuk dijadikan syarat ketika menentukan pasangan. Semua itu hanyalah formalitas dalam penilaian cinta. Jika ada yang menjadikan sebagai syarat, berarti orang tersebut sama sekali tidak memperhatikan syarat utama dalam memilih pasangan, yaitu “baik”.

Lalu bagaimana dengan pintar atau alim? Tunggu dulu! Pintar atau alim tidak bisa dijadikan standart bagi seseorang memiliki karakter atau sifat yang baik. Banyak orang alim atau pintar, tapi sifat atau karakternya tidak baik. Kendati demikian, pintar atau alim tetap menjadi salah satu bahan pertimbangan ketika menentukan pasangan.

Lantas seperti apa seseorang yang memiliki sifat atau karakter yang baik? Secara umum, ada beberapa sifat atau karakter seseorang dinobatkan sebagai orang baik, yaitu jujur, amanah, bertanggung jawab, penyabar, kebiasaannya baik, pemaaf, menerima apa adanya, peduli pada orang lain, dan tentu ibadahnya bagus, dan lain sebagainya. Dalam cinta, seseorang dianggap baik semisal penyayang, pengertian, perhatian, mau berkorban untuk orang yang dicintai, cara bicaranya lembut dan romantis, sikapnya ramah penuh kasih sayang, dan lain sebagainya.

Kurang-lebih begitulah gambaran orang baik. Orang yang tidak memiliki sifat atau karakter tersebut tentu dianggap orang tidak baik, bahasa antonimnya buruk, keji, jelek, jahat, bejat, atau diistilahkan dengan akhlak atau moralnya tidak bagus.

Ironisnya, ada orang dianggap tidak baik karena menjadi korban dari kesimpulan orang-orang yang didasarkan kepada beberapa fakta saja, cerita belaka, atau anggapan pribadi yang tidak berdasarkan apa-apa. Dari semua ini lalu disimpulkan bahwa orang tersebut tidak baik. Sebenarnya, orang tidak baik itu karena dua hal, bisa karena memang karakternya dan mungkin karena kondisi sekitar.

Jadi, kita jangan terlalu gampang menvonis orang lain tidak baik. Kita harus mempertimbangkan banyak hal. Mungkin, jika memang sifat atau karakternya, sulit juga kita maklumi. Tapi, jika ketidakbaikannya karena kondisi, ini yang perlu kita cuci. Artinya, ketika ada orang tidak baik karena kondisi sekitar, kita jangan langsung main hakim dengan menyatakan orang tersebut tidak baik. Orang yang seperti ini biasanya diungkapkan, “Sebenarnya dia baik, hanya saja karena beberap hal”. Semisal ada orang mencuri karena mendesak, pasti orang-orang akan mengatakan –khususnya orang yang mengerti-, “Orang ini baik, hanya saja karena dia lapar dan tidak memiliki uang, akhirnya dengan terpaksa dia mencuri.”

Rumus menobatkan “orang tidak baik” seharusnya begini, jika memang ada fakta, selidiki terlebih dahulu, kira-kira apa sebabnya, apa mungkin itu benar, dan apakah fakta itu memang kebiasaannya. Jika berupa cerita-cerita yang didengar dari mulut ke mulut, harus cerdas menilai cerita tersebut, jangan langsung mengambil keputusan, “orang itu tidak baik”. Dan, apalagi nilai ketidakbaikan orang lain hanya anggapan pribadi belaka, yang diukur dengan diri sendiri. Masih mending jika diukur dengan diri sendiri tanpa unsur apa-apa, khawatir diukur dengan penilaian sinis dan egois.

Oke! Kita kembali pada pembahasan “pasangan halal”. Dalam hal ini, ada tiga bagian, ada orang baik dengan yang baik, ada orang buruk dengan yang buruk, dan ada orang yang baik dengan orang yang buruk.

#Orang baik dengen yang baik

Menerima seseorang yang baik, siapa saja bisa. Karena memang itu yang dikehendaki dalam memilih pasangan. Merupakan suatu anugerah Allah jika kita baik mendapatkan pasangan yang baik pula. Namun, jangan pernah merasa baik ketika kita mendapatkan pasangan yang baik. Ketika kita merasa seperti itu, berarti kita masih belum baik. Kita cukup bersyukur saja, tidak perlu merasa apalagi disebarluaskan dengan ungkapan, “Pasanganku orang baik, lho”.

Ingat! Mungkin saja kita mendapatkan orang baik karena diri kita masih belum baik (sekedar merasa saja), sehingga harus ada orang lain untuk merubah kita menjadi yang baik. Jika kita memang baik, berarti orang baik yang menjadi pasangan kita akan menjadi penjaga kebaikan kita dan bahkan yang akan membuat kita lebih baik.

Jika kita memang ingin mendapatkan pasangan yang baik, kita jangan pernah merasa “baik”. Kita selalu berupaya saja menjadi yang terbaik, dengan menjaga ucapan, tingkah, kebiasaan, dan niat. Insyallah dengan begitu, kita akan diberikan pasangan yang baik dari Allah. Amin…

#Orang buruk dengan yang buruk

Nau’zdubillah. Semoga macam yang kedua ini tidak pernah terjadi. Jika terjadi, bagaimana kondisi kehidupan ini? Pasti kondisinya menjadi rusak dan gelap. Karena, jika satu keburukan dikumpulkan dengan keburukan yang lain lalu menyatu, akan menjadi keburukan yang besar dan kuat lalu menyebar luas. Semisal dalam satu keluarga, suami istri sama-sama buruk, lalu kedua orang tua ini mengkader anak-anaknya, cucu-cucunya, bahkan keturunannya menjadi buruk juga. Bayangkan apa yang akan terjadi dalam keluarga tersebut? Jika sampai ada banyak keluarga yang serperti itu? Gak kebayang bagaimana kondisi kehidupan ini. Na’udzubillah…

# Orang yang baik dengan yang buruk

Orang baik memdapatkan pasangan halal orang yang buruk. Atau, orang buruk mendapatkan pasangan halal orang yang baik. Untuk yang pertama pasti dianggap kerugian. Untuk yang kedua juga pasti dianggap keberuntungan.

Hemmm… Sulit memang jika apa-apa diukur dengan rugi dan untung. Sebenarnya dalam hal pasangan, kaitannya dengan sabar dan syukur. Orang yang baik mendapatkan pasangan yang buruk adalah ujian yang harus dijalani dengan sabar. Sebaliknya, orang yang buruk mendapatkan pasangan yang baik merupakan anugerah yang harus disyukuri.

Sesungguhnya, harus dipahami bahwa orang baik itu ada yang sejak awal memang baik dan ada orang yang memiliki potensi untuk menjadi baik. Hal inilah yang sering kali tidak dipahami ketika mendapatkan pasangan yang tidak baik. Terlalu mendambakan yang terbaik sehingga hati tertutup untuk melihat orang yang memiliki potensi “baik”.

Akibatnya, ketika tidak mendapatkan pasangan yang baik, merasa doanya tidak dikabulkan atau merasa Allah tidak adil dengan dalih, “Aku ini baik, kok bisa mendapatkan pasangan yang tidak baik?”. Orang seperti inilah yang tidak baik, karena dalam dirinya masih ada kesombongan atau keangkuhan.

Semisal, seseorang yang rajin belajar, bersih-bersih, ibadah, dan selalu kerja keras, ternyata mendapatkan orang yang serba pemalas, malas belajar, orangnya jorok, ibadahnya juga males-malesan. Atau, seseorang yang penyabar, nerima apa adanya, bicaranya santun, sikapnya ramah, dan dermawan, ternyata mendapatkan pasangan pemarah, suka yang uwah, bicaranya nyerocos, sikapnya gak karuan, dan pelit. Hemmm…

Mungkin orang yang baik ditakdirkan mendapatkan yang tidak baik, karena Allah memiliki tujuan agar merubah dia menjadi baik, sebagaimana Allah mengutus Rasulullah di tengah-tengah orang Jahiliyah untuk merubah mereka. Artinya, orang baik tersebut adalah “Rasulullah” bagi pasangannya yang buruk, yang akan memberikan cahaya dan mengantarkan pada jalan Allah. Ungkapan lain, orang baik tersebut menjadi hidayah bagi pasangan yang buruk. Harus tetap husnuzhzhan pada takdir Allah. Husnunzhzhan merupakan “pelarian” yang tepat ketika kenyataan tidak sesuai dengan kehendak kita.

Rasulullah bersabda,

وَرُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ صَبَرَ عَلىَ سُوْءِ خُلُقِ امْرَأَتِهِ أَعْطَاهُ اللهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلَ مَا أَعْطَى أَيُّوْبَ عَلَى بَلاَئِهِ

“Barang siapa bersabar atas keburukan kelakuan istrinya maka Allah swt. akan memberi pahala kepadanya seperti pahala yang pernah diberikan Allah swt. kepada Nabi Ayyub as. atas cobaan yang diterimanya”.

وَمَنْ صَبَرَتْ عَلَى سُوْءِ خُلُقِ زَوْجِهَا أَعْطَاهَا اللهُ مِثْلَ ثَوَابِ آسِيَةَ امرَأَةِ فِرْعَوْنَ

“Dan barang siapa bersabar atas keburukan kelakuan suaminya maka Allah swt. memberi pahala kepadanya seperti pahala yang pernah diberikan kepada Asiyah istri Fir’aun”.

#Kisah tentang pasangan halal (istri atau suami) yang memiliki sifat dan karakter buruk

Tentang kisah Asiyah lengkapnya begini, ketika Nabi Musa as. mengalahkan para tukang sihir Fir’aun, keimanan Asiyah semakin mantap. Keimananya kepada Allah sebenarnya sudah lama tertanam di dalam hatinya, dan ia tidak menyatakan Fir’aun (suaminya) sebagai Tuhan. Begitu Fir’aun semakin jelas mengetahui keimanan istrinya, maka ia menjatuhkan hukuman kepadanya.

Kedua tangan dan kakinya diikat. Asiyah ditelentangkan di atas tanah yang panas, wajahnya dihadapkan ke sinar matahari. Manakala para penyiksanya kembali, Malaikat menutup sinar matahari sehingga siksaan itu tidak terasa. Belum cukup siksaan itu dilakukan Fir’aun, ia kembali memerintahkan algojonya supaya menjatuhkan sebongkah batu besar kedada Asiyah.

Manakala Asiyah melihat batu besar itu hendak dijatuhkan padanya, ia berdoa kepada Allah, “Rabbi, ibni ly ‘indaka baitan fil jannah” (Wahai Allah, Tuhanku, bangunkanlah untukku disisi-Mu sebuah gedung di Surga) (QS. At-Tahrim, ayat 11).

Segera Allah memperlihatkan sebuah bangunan gedung di surga yang terbuat dari marmer berwarna mengkilat. Asiyah sangat bergembira, lalu ruhnya keluar menyusul kemudian barulah sebongkah batu besar itu dijatuhkan pada tubuhnya sehingga beliau tidak merasakan sakit, karena jasadnya sudah tidak mempunyai nyawa.

Begitulah kisah seorang istri yang ternyata tetap sabar menjalani agamanya meski hidup bersama suami yang sama sekali tidak memiliki sifat dan karakter yang baik. Berikut ini cerita tentag suami yang bersabar atas keburukan istrinya.

Dalam kisah lain diriwayatkan bahwa, ada seseorang bermaksud menghadap Umar bin Khattab hendak mengadukan perihal perangai buruk istrinya. Sampai ke rumah yang dituju orang itu menanti Umar ra. di depan pintu. Saat itu, ia mendengar istri Umar mengomeli dirinya, sementara Umar sendiri hanya berdiam saja tanpa bereaksi.

Orang itu bermaksud balik kembali sambil melangkahkan kaki seraya bergumam, ”Kalau keadaan amirul mukminin saja begitu, bagaimana halnya dengan diriku”. Bersamaan itu Umar keluar. Ketika melihat orang itu hendak kembali, Umar memanggilnya dan bertanya, ”Ada keperluan apa?”.

Orang itu menjawab, ”Amirul Mukminin, kedatanganku ini sebenarnya hendak mengadukan perihal istriku lantaran suka memarahiku. Tetapi begitu aku mendengar istrimu sendiri berbuat serupa, maka aku bermaksud kembali. Dalam hati aku berkata, “Kalau kedaan Amirul Mukminin saja diperlakukan istrinya seperti itu, bagaimana halnya dengan diriku”.

Lalu Umar berkata kepadanya, ”Saudara, sesungguhnya aku rela menanggung perlakuan seperti itu dari istriku karena adanya beberapa hak yang ada padanya. Istriku bertindak sebagai juru masak makananku. Ia selalu membuatkan roti untukku. ia selalu mencucikan pakaian-pakaianku. Ia menyusui anak-anakku, padahal semua itu bukan kewajibannya. Aku cukup tentram tidak melakukan perkara haram lantaran pelayanan istriku. karena itu, aku menerimanya sekalipun dimarahi”.

Lelaki itu berkata lagi, “Amirul mukminin, demikian pulakah istriku?”

Umar menjawab, ”Ya, terimalah marahnya. Karena yang dilakukan istrimu tidak akan lama, hanya sebentar saja.”